Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas penerbitan aturan yang menghambat investasi. Namun itu rupanya tidak akan mengubah Peraturan Menteri (Permen) di sektor mineral dan batubara.
Ada beberapa aturan yang diterbitkan Menteri Jonan pada sektor minerba. Contohnya, Permen No. 05/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri. Juga Permen 06/2017 tentang Tata Cara dan Syarat Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Lalu, Permen No. 9/2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan Mekanisme Penetapan Harga Divestasi Saham Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Kemudian, Permen No. 35/2017.
"Tidak ada yang direvisi, dan tetap berlaku. Karena yang direvisi Permen 42/2017 saja (yakni tentang Pengawasan Pengusahaan Pada Kegiatan Usaha di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral)," terang Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono kepada KONTAN, Minggu (30/7).
Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi menyatakan, aturan-aturan yang diterbitkan Menteri Jonan banyak yang inkonsistensi. Maklum saja, berbagai Permen tersebut malah menjadi pembuat masalah.
"Bukan berarti bahwa makin membuat tata hukum ESDM menjadi lebih baik, faktanya malah membuat gaduh," terangnya kepada KONTAN, Minggu (30/7).
Misalnya, regulasi mineral yang sejak 2010 berubah empat kali kebijakan atas substansi yang sama yaitu mengenai hilirisasi mineral, divestasi saham, dan kelanjutan operasi tambang Kontrak Karya dan PKP2B. Adapun Undang-Undang No. 04/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) telah melarang ekspor mineral ore atau konsentrat sejak 2014.
"Namun PP dan Permen ESDM mementahkan ketentuan ini dan memberikan waktu tambahan sampai dengan 2022. Ironis, peraturan di bawah UU mengatur hal yang tidak sesuai dengan UU induknya," tegasnya.
Bahkan, lanjut Ahmad Redi, berbagai Permen ESDM lahir begitu produktif untuk menyambung berbagai ketidaksesuaian ketentuan sebelumnya. Misalnya, Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 yang terbit pada bulan Januari 2017, mendadak diubah pada Maret 2017. Ini hanya untuk menyelamatkan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk diperpanjang operasinya sampai dengan 2031 dengan memiliki dua instrumen hukum Kontrak Karya sekaligus diberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Rusak sudah tatanan hukum ketika materi muatan UU di degradasi menjadi materi muatan Permen dan jika substansi hukum yang tidak sesuai dengan kaidah hukum UU Minerba yang mengatur bahwa IUPK tidak dapat seketika diberikan karena ada proses persetujuan DPR dan penawaran ke BUMN terlebih dahulu. Namun demi PT Freeport akrobat hukum pun dilakukan," jelas Ahmad.
Tak hanya itu, begitu pula soal divestasi saham yang diatur berganti-ganti besarannya. Pada 2010 besaran divestasi saham perusahaan tambang asing sebesar 20%, pada 2012 diubah menjadi 51%, pada 2014 diubah menjadi antara 30%-51%, pada 2017 kembali menjadi 51%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News