kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   17.000   0,69%
  • USD/IDR 16.736   31,00   0,19%
  • IDX 8.618   -59,15   -0,68%
  • KOMPAS100 1.184   -5,89   -0,50%
  • LQ45 852   -0,86   -0,10%
  • ISSI 307   -3,32   -1,07%
  • IDX30 439   1,78   0,41%
  • IDXHIDIV20 511   4,81   0,95%
  • IDX80 133   -0,51   -0,38%
  • IDXV30 138   -0,59   -0,43%
  • IDXQ30 140   1,06   0,76%

Tekanan Mental Generasi Muda Meningkat, AI Menjadi Ruang Aman untuk Bercerita


Kamis, 18 Desember 2025 / 22:40 WIB
Diperbarui Kamis, 18 Desember 2025 / 22:41 WIB
Tekanan Mental Generasi Muda Meningkat, AI Menjadi Ruang Aman untuk Bercerita
ILUSTRASI. MARVELL TECH-INDIA/EXPANSION (REUTERS/Dado Ruvic)


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Di balik optimisme generasi muda Indonesia, tersimpan tekanan mental. Kecemasan, kelelahan emosional, hingga depresi perlahan menjadi bagian dari keseharian. Pemicunya, tuntutan akademik, persaingan kerja, tekanan ekonomi, dan ekspektasi sosial yang terus meningkat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, satu dari tujuh remaja usia 10–19 tahun mengalami gangguan mental. Depresi dan kecemasan menjadi penyebab utama disabilitas.

Sementara bunuh diri masuk tiga besar penyebab kematian usia 15 tahun–29 tahun. Ketika masalah ini tak ditangani sejak dini, dampaknya bisa menjalar hingga dewasa dan membatasi kualitas hidup secara permanen.

Sayangnya, isu kesehatan mental masih kerap dipandang sebagai persoalan pribadi yang sebaiknya dipendam, bukan dibicarakan.

Dalam kondisi seperti ini, akses terhadap layanan kesehatan mental masih sulit. Banyak orang yang membutuhkan bantuan justru terhambat oleh proses yang panjang, biaya yang tidak murah, serta stigma yang membuat mereka ragu untuk mencari pertolongan. Akibatnya, tidak sedikit yang memilih bertahan sendirian dengan beban mental yang semakin berat.

Realitas inilah yang
pernah dialami langsung oleh Muhammad Ikhtiary Gilang Gumelar. Saat sang istri mengalami baby blues pasca melahirkan, ia menyaksikan bagaimana upaya mencari bantuan profesional berubah menjadi perjuangan tersendiri.

Baca Juga: AI Berkelanjutan, Inovasi NTT Dorong Efisiensi Energi dari Fotonik hingga Orbit

“Saya ingat betul bagaimana istri saya berjuang mencari bantuan. Antrean konseling panjang, biayanya tidak sedikit, dan stigma sosial justru membuat tekanan makin berat,” ujar Gilang, dalam keterangannya, Kamis (18/12).

Dari kegelisahan itulah Gilang mendirikan Batin, sebuah platform kesehatan mental berbasis kecerdasan buatan (AI). Batin kini telah menjadi teman curhat lebih dari 30.000 generasi muda di hampir 38 provinsi Indonesia. Aplikasi ini menekankan pentingnya akses cepat, aman, dan personal terhadap layanan kesehatan mental melalui pemanfaatan teknologi AI.

"Generasi muda hari ini menghadapi tantangan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka menghadapi tekanan akademik yang tinggi, kompetisi kerja yang ketat, tekanan media sosial, dan ekspektasi sosial yang tidak realistis," jelas Gilang.

Menurutnya, mereka butuh tempat untuk bercerita tanpa takut, butuh respons yang cepat, dan butuh solusi yang tidak menguras kantong. Di sinilah teknologi AI bisa menjadi game changer.

Batin adalah platform kesehatan mental berbasis AI yang menyediakan ruang aman bagi siapa saja untuk bercerita dan mendapatkan dukungan profesional. Sebagai startup binaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Batin menggabungkan teknologi kecerdasan buatan terkini dengan pemahaman mendalam tentang psikologi untuk menciptakan pengalaman konseling yang personal.

Selanjutnya: Anak Usaha Pyridam Farma (PYFA) Torehkan Pencapaian Keberlanjutan di Australia

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (19/12), Hujan Sangat Deras Turun di Provinsi Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×