Reporter: Yudo Widiyanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perseteruan masalah sistem hard cluster antara operator dengan pedagang server pulsa kian meruncing. Pasalnya, penerapan sistem hard cluster dua tahun lalu sudah menurunkan omset jualan pedagang. Karena terus berlarut-larut, pedagang mendesak ada pertemuan tiga pihak (tripartit) yakni pedagang pulsa, operator, dan pemerintah sebagai mediator.
"Kami menuntut agar ada dialog duduk bersama antara tiga pihak," ungkap Dwi Lesmana ketua umum Asosiasi Server Pulsa Indonesia (Aspindo), Kamis (31/3).
Menurut Dwi, hard cluster mengharuskan penjualan pulsa di suatu wilayah tertentu saja. Misalnya, distribusi pulsa untuk Jawa Barat hanya boleh dijual di Jawa Barat. Jika ditop-up ke nomor di luar wilayah tersebut, maka pengisian pulsanya gagal dan tidak akan terisi. Inilah yang diperkirakan berpotensi penurunan omzet penjualan pedagang sebesar 25—30%. "Ini jelas mengahambat orang untuk berbisnis," katanya.
Dwi beralasan, dengan ketentuan itu, pedagang server sulit melakukan ekspansi. Distribusi sistem kluster menyebabkan ketergantungan pembelian pasokan pedagang pulsa hanya melalui satu distributor pada tiap-tiap kluster saja. Akibatnya, ketika stok distribusi yang ditunjuk habis, maka pedagang tidak bisa membeli di tempat distributor lain. Saat ini pedagang pulsa total di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 10 juta orang.
Sekadar informasi, sistem hard clsuter ini mulai diterapkan pada tahun 2009 oleh XL dan Indosat. Awal tahun 2011, Telkomsel mulai menerapkan sistem yang sama. Menurut Dwi, semakin banyak operator yang menggunakan sistem ini akan semakin menyudutkan pedagang pulsa. Dwi bilang pemerintah memang sudah memanggil ketiga operator tersebut pada Rabu (30/3). Namun, ia menyayangkan pedagang tidak dilibatkan agar ada dialog tiga pihak. "Kalau dialog hanya dua pihak ada saling curiga satu dengan yang lain, kami harap ada ketiganya," ungkapnya.
Menurut Febriati Nadira, Head of Corporate Communication PT XL Axiata Tbk, saat ini sudah ada pertemuan intensif dengan para pedagang. Dia bilang, penerapan sistem hard cluster tersebut justru ditujukan untuk kepentingan pelanggan. Menurutnya, operator bisa dengan mudah melakukan pencatatan transaksi penjualan pulsa daerah-dearah. Pendataan tersebut memudahkan operator memlih jenis layanan yang sesuai. Dengan demikian, "Langkah tersebut justru mempermudah kami untuk mendata daerah-daerah mana saja yang permintaan pulsanya tinggi," ungkapnya.
Sementara, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, pemerintah siap jika harus menjadi mediator antara kedua belah pihak. Namun Kemenkominfo dalam hal ini tidak punya kewenangan untuk membuat kebijakan terkait hard cluster. Pasalnya itu murni kebijakan bisnis dari operator. Kemenkominfo sudah memanggil operator terkait masalah ini, namun itu sifatnya hanya dengar pendapat. "Kami hanya bisa mendengarkan, tidak punya kewenangan untuk buat kebijakan tentang hard cluster, itu murni antar pelaku bisnis," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News