Reporter: Evilin Falanta |
JAKARTA. Realisasi pembangunan terminal rotan tak berjalan efektif meskipun sudah 20 tahun dibahas oleh pemerintah. Akibatnya, industri rotan di dalam negeri semakin luntang-lantung.
Lisman Sumardjani, Sekjen Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI), bercerita, sejatinya pada era tahun 1980-an pemerintah sudah pernah mendirikan terminal rotan di Cirebon, hanya saja tak berjalan efektif.
"Waktu zaman Pak Soeharto, sudah ada terminal rotan namanya PT Sari Permindo, tapi itu milik pengusaha sendiri bukan pemerintah. Saat itu kegiatan ekspor dilarang, tapi industri rotan masih bisa jaya," katanya saat di hubungi KONTAN, Jumat (15/7).
Sayangnya, lanjut Lisman, terminal tersebut sudah lama ditutup akibat krisis moneter yang melanda di dalam negeri di 1998.
Menurutnya, pembangunan terminal rotan oleh pemerintah hanyalah sekedar wacana belaka saja. Ketidakjelasan pemerintah inilah telah membuat beberapa produsen rotan gulung tikar.
Saat ini pengusaha rotan yang tersisa di dalam negeri hanya sekitar 30-40 orang. Lisman bilang, kebanyakan dari mereka sudah gulung tikar dan akhirnya beralih menjadi pengusaha sawit yang dianggap lebih menjanjikan.
"Kalau dulu produsen rotan di dalam negeri bisa mencapai 200 orang. Belum lama ini gudang rotan di Palu juga banyak yang tutup karena tidak bisa menjual," ujarnya.
Seakan tak mau banyak berharap, Lisman menyarankan, agar pemerintah tak perlu membangun terminal rotan. Hanya saja tata niaga di dalam negeri lebih diperbaiki.
Para pengusaha rotan juga berharap agar pemerintah tidak membatasi kuota ekspor mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News