Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona menjalar ke berbagai sektor. Tak terkecuali mempengaruhi pergerakan harga minyak dunia. Dalam sepekan terakhir, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) jatuh ke level US$ 30-an per barel.
Kondisi tersebut tentu berdampak terhadap perusahaan minyak dan gas (migas) maupun jasa penunjangnya. PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) menjadi salah satu emiten jasa penunjang migas yang terancam tekanan harga minyak.
Baca Juga: PLN siaga jaga pasokan listrik di tengah wabah virus corona
Direktur Utama RUIS Sofwan Farisyi mengatakan, dampak corona telah menghambat aktivitas ekonomi dan bisnis secara luas. Akibatnya, permintaan terhadap energi, termasuk minyak pun berkurang.
Kondisi ini berakibat pada turunnya harga migas, yang diperparah dengan gagalnya pengurangan produksi oleh organisasi negara pengekspor minyak(OPEC) dan Rusia. "Arab Saudi yang kehilangan pendapatan Umroh dan Haji akhirnya meningkatkan produksi ke 13 juta barel per hari dan diskon harga. Sehingga harga jatuh ke level US$ 30," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (16/3).
Sebagai dampak dari kondisi itu, Sofwan mengatakan bahwa perusahaan migas di tanah air akan mengurangi kegiatan eksplorasi dan offshore. Alhasil, proyek-proyek yang berpotensi digarap RUIS juga akan berkurang.
Sehingga jika tekanan harga minyak ini bertahan dalam jangka waktu yang lama, RUIS pun akan merevisi target kinerjanya di tahun ini. "Apabila hal ini berlangsung cukup lama akan membuat perusahaan migas, termasuk Radiant merevisi targetnya," ungkap Sofwan.
Baca Juga: Cermati pergerakan harga minyak, Elnusa (ELSA) pacu diversifikasi di jasa distribusi
Oleh sebab itu, Sofwan berharap agar kondisi ekonomi dan juga harga bisa segera membaik. Menurutnya, harga minyak yang dapat ditoleransi untuk mencapai target RUIS berada di level US$ 50 per barel. "Saat ini kita masih mempelajari dampak harga minyak dan corona," sambungnya.