Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui masih banyak kendala dan tantangan yang dapat menghambat program hilirisasi mineral. Akibatnya, sejumlah proyek pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) masih sulit terlaksana.
Pertama, kebijakan fiskal yang belum mampu mendorong pengusaha untuk berinvestasi di Tanah Air. "Fiskal yang berlaku di Indonesia cukup aneh juga, misalnya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Raden Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM saat berbicara di seminar strategi hilirisasi dan masa depan sektor pertambangan, Selasa (23/9).
Dia mencontohkan, pabrik pengolahan anode slime yang sedang dibangun PT Aneka Tambang akan sulit dioperasikan lantaran terkena kewajiban PPN 10%. Sukhyar bilang, karena itu Antam tidak akan bisa membeli anode slime dari PT Smelting karena tidak ekonomis, namun ketika anode slime diekspor malah tidak terkena PPN.
Kedua, keterbatasan infrastruktur. Sukhyar mengakui, banyak investor yang mengurungkan niatnya membangun smelter karena tidak adanya akses jalan, listrik maupun pelabuhan. "Tapi, kami akan upayakan untuk mempercepat penyediaan sumber energi listrik," ujar Sukhyar.
Ketiga, masih tumpang tindihnya kebijakan antar daerah yang kontraproduktif. Menurut Sukhyar, selama ini daerah penghasil energi dan penghasil tambang kurang mampu bersinergi dalam menyukseskan program pembangunan smelter.
Misalnya saja, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Poso 3 di Sulawesi Tengah yang memiliki kapasitas 300 megawatt (MW). "Pembangkit ini tidak bisa dimanfatkan untuk smelter, karena pemda setempat meminta pabriknya dibangun di daerah sekitar, ini kan mengganggu perjanjian bisnis antar pengusaha," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News