Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Namun, AP3I belum secara tegas menjamin para pelaku usaha smelter bisa segera menerapkan HPM sebagai acuan transaksi bijih nikel, meski pemerintah telah membentuk tim pengawas. Sebab, pelaku usaha smelter masih berharap adanya penyesuaian formula pada pengaturan tata niaga nikel ini,
"Tunggu adanya penyesuaian kecil formula," kata Prihadi tanpa menjelaskan penyesuaian formula yang diharapkan pelaku usaha smelter.
Adapun, HPM logam nikel yang tercantum dalam Permen ESDM No. 11/2020 merupakan harga batas bawah (floor price) yang harus ditaati oleh penambang dan smelter. Sekalipun harga transaksi lebih rendah dari HPM pada periode tertentu atau karena ada penalti atas mineral pengotor (impurties), penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3%.
Baca Juga: Tebitkan aturan, Menko Luhut bentuk tim kerja awasi harga nikel domestik
Untuk memastikan berlakunya HPM pada tata niaga nikel, pemerintah membentuk tim kerja pengawasan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menerbitkan Keputusan Menko Marves Nomor 108 tahun 2020, pada 13 Agustus 2020.
Beleid tersebut menyebutkan, tim kerja tersebut melakukan tugas teknis pengawasan terhadap transaksi jual beli bijih nikel antara pelaku usaha pertambangan dan smelter. Ada tujuh cakupan tugas dari tim kerja tersebut.
Pertama, memastikan harga yang digunakan dalam transaksi jual/beli bijih nikel sesuai dengan HPM. Kedua, memastikan bijih yang diperjualbelikan merupakan bijih yang ditambang dari wilayah IUP yang telah berstatus Clean and Clear serta sesuai dengan kontrak yang disepakati.
Ketiga, memberantas aktivitas traders yang merugikan bagi pelaku usaha pertambangan dan pengguna akhir bijih nikel. Keempat, memastikan perusahaan surveyor yang digunakan oleh pihak penjual dan pembeli bijih telah terdaftar di Kementerian/Lembaga, serta telah melaksanakan kegiatan usahanya sesuai standar dan ketentuan yang berlaku.
Kelima, memastikan perusahaan pertambangan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan tambang yang baik dalam wilayah IUP-nya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memastikan perusahaan pengolahan dan pemurnian melaksanakan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan, serta perdagangan yang baik.
Keenam, memantau laporan kepatuhan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 yang disampaikan secara triwulanan oleh pelaku usaha pertambangan dan pelaku usaha pengolahan dan pemurnian. Ketujuh, memberikan rekomendasi kepada Kementerian dan Lembaga berwenang untuk memberikan sanksi terhadap pihak yang melanggar.
Baca Juga: Pemerintah bentuk Satgas Pelaksana HPM nikel, begini tanggapan AP3I
Merujuk pada lampiran beleid tersebut, pengarah tim kerja terdiri dari pimpinan kementerian dan lembaga terkait. Yakni Menko Marves, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sedangkan ketua tim kerja pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves. Wakil Ketua tim ini terdiri dari Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM; Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin; Dirjen Ketahanan, perwilayahan, dan akses industri internasional Kemenperin; Dirjen Perlindungan konsumen dan tertib niaga Kemendag; Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu; dan Deputi Bidang Promosi penanaman modal BKPM.
Sedangkan anggotanya terdiri dari pihak Kemenko Marves (10 perwakilan), Kementerian ESDM (10 perwakilan), Kemenperin (6 perwakilan), Kementerian perdagangan (3 perwakilan), Kemenkeu (4 perwakilan) dan BKPM (6 perwakilan).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News