Reporter: Maria Rosita | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. Bisnis hotel di kawasan timur Indonesia mulai semarak. Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) mencatat, okupansi rata-rata hotel di Sulawesi hingga Papua tahun ini mencapai 60% atau naik 10% dari tahun lalu.
Bahkan, Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani, Ketua PHRI memproyeksikan tahun depan, okupansi hotel di wilayah timur Indonesia mencapai 65%. Artinya, okupansi hotel di kawasan ini sudah mendekati rata-rata nasional dan daerah utama sebesar 65%-70%. Daerah utama ialah DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan Batam.
Catatan PHRI menunjukkan pengunjung terbesar masih dari Singapura, Australia, dan Jepang. Pemicu kenaikan ini adalah pariwisata dan pertambangan yang semakin berkembang di timur Indonesia. Dia menggambarkan, hotel berbintang di Makasar, Jayapura, dan Mamuju, makin ramai dengan kedatangan para pebisnis pertambangan.
Uniknya lagi, hotel di timur umumnya berbintang, mengingat tamunya juga kalangan berduit. "Orang Rusia kalau cari hotel minimal yang US$ 500, harga kita kompetitif karena di negaranya itu baru standar bintang 2," tuturnya, kemarin.
Yanti yang juga Wakil Komisaris Utama Grup Sahid tertarik ekspansi ke timur. Saat ini, Sahid memiliki 24 hotel. Perusahaan ini berencana memiliki 50 hotel di tahun 2015 dengan penambahan 7-8 hotel tahun depan. Tanpa merinci jumlah kamar, dia bilang investasi satu kamar Rp 1 miliar.
Pengamat pariwisata Sulawesi Selatan Nursjam Madjid menguraikan, saat ini hotel bintang 4 dan bintang 5 di Makassar dan Toraja berkembang pesat. Okupansi hotel di sana mencapai 80%-90%. Di Toraja, wisatawan gemar berkunjung ke kompleks rumah adat dan pemakanan Ketek Kesuk dan Londa. Sedangkan Makassar masih didominasi wisata perairan.
Tadinya, wisata di Toraja hanya ramai di bulan Agustus sampai November. Sekarang merata di setiap bulan. Makanya dia yakin tahun depan turis asing yang datang bakal lebih banyak dari turis lokal.
Catatan saja, pemerintah menargetkan devisa pariwisata tahun depan mencapai US$ 9 miliar dengan kunjungan 8 juta wisman. Sedang tahun ini, devisa wisata mencapai US$ 8,5 miliardengan 7,6 juta wisman.
Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Mari Elka Pangestu berpendapat, kenaikan devisa itu terpacu meningkatnya pengeluaran wisman. Jika tahun lalu per orang membelanjakan US$ 1.085,75, tahun ini naik menjadi US$ 1.118,26.
Pencapaian itu, kata dia, harus menjadi momentum mempersiapkan tahun depan yang penuh tantangan. "Bakal ada pelemahan ekonomi global termasuk untuk dunia pariwisata," terangnya.
Mari meyakini, pariwisata di timur Indonesia mendukung target pelancong dan devisa pariwisata. Terlebih dengan tingkat hunian hotel yang membaik serta jumlah hotel yang bertambah. Selain itu, perbaikan infrastruktur dan promosi juga membantu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News