Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Awal tahun ini, PT Tiphone Mobile Indonesia langsung tancap gas. Lewat anak usaha PT PINS Indonesia, manajemen perusahaan ini bakal mengoptimalkan bisnis penjualan voucher setelah mengakuisisi distributor voucher Telkomsel, PT Simpatindo Multimedia (SMM).
Samuel Kurniawan, Sekretaris Perusahaan Tiphone Mobile Indonesia menjelaskan, pihaknya mengambil ambil 90% kepemilikan saham dari pemilik lama yakni Sarindo Group yang kini masih mengempit 10% saham.
Ia optimistis bisa meraup penjualan voucer dari Simpatindo Rp 4 triliun tahun ini. "Dengan aksi ini kami berharap bisa meningkatkan bisnis voucher," katanya kepada KONTAN, Kamis (8/1).
Tiphone harus melakoni langkah ini. Soalnya, paska anak usaha yang juga bergelut di bisnis penjualan voucer, yaitu PT Excel Utama Indonesia dilepas ke PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), perusahaan ini berpotensi kehilangan pendapatan voucer sekitar Rp 1 triliun.
Untuk melancarkan aksinya ini, Tiphone telah menyiapkan dana sebesar Rp 500 miliar. Dana tersebut diambil dari kas internal mereka. TELE sendiri baru mendapatkan dana segar dari penjualan 25% saham TELE ke Telkom yang mencapai Rp 1,39 triliun.
Tiphone berharap aksi akuisisi ini bisa rampung pada kuartal I 2015. Dengan aksi ini mereka ingin bisnis voucer Tiphone sepanjang tahun ini bisa memberikan kontribusi 70% dari target pendapatan 2015 yang dipatok Rp 18 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari penjualan ponsel.
Saat ini, Tiphone mendistribusikan beberapa merek ponsel seperti BlackBerry, Samsung, HTC, LG, Huawei, dan Sony. Selain itu, perusahaan ini juga menjual ponsel produksinya sendiri dengan merek Tiphone.
Pendapatan ponsel merek Tiphone tahun lalu masih berkontribusi kecil terhadap penjualan ponsel TELE. Pasalnya perusahaan ini hanya menargetkan kontribusi penjualan ponsel Tiphone 3%-5% dari total penjualan ponsel.
Supaya bisnis tetap terjaga, Tiphone juga berencana mengoperasikan pabrik perakitan ponsel merek Tiphone. Saat ini, TELE masih menyiapkan infrastruktur dan menunggu keluarnya perizinan dari pemerintah. Nilai investasi pembangunan pabrik ini berkisar Rp 20 miliar yang diambil dari kas internal.
Namun TELE masih belum memastikan kapan pabrik tersebut bisa beroperasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News