Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Adapun, untuk harga ideal yang diharapkan pelaku usaha, Achmad menyatakan bahwa harga yang sudah dirujuk dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, yaitu sebesar US$ 6 per MMBTU.
Oleh sebab itu, selain bersepakat untuk menolak kenaikan harga gas, Kadin dan pelaku industri juga mendesak agar harga di dalam Perpres tersebut bisa diimplementasikan. "Harga (US$ 6 per MMBTU) itu sudah ideal menurut kita). Perpres itu sudah sejak 2016 harusnya sudah diterapkan," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Johnny Darmawan mengatakan setelah 3 tahun Perpres tersebut terbit, harga jual gas industri masih tetap tinggi lantaran beleid itu belum diimplementasikan. Perpres Nomor 40/2016 itu mengatur agar harga gas bagi tujuh sektor industri ditetapkan menjadi US$ 6 per MMBTU.
Baca Juga: PGN kembali gelar kompetisi jurnalistik 2019, PGN: Dorong kualitas produk pers
Ketujuh sektor industri tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. "Tapi sampai saat ini beleid tersebut hanya diimplementasikan pada perusahaan BUMN sektor industri pupuk, baja dan pupuk majemuk," jelasnya.
Johnny bilang, persaingan dan daya saing industri semakin ketat, sementara sektor industri telah terbebani dengan biaya investasi yang besar. "Ini ditambah lagi dengan harga gas. Padahal, apabila pasokan gas dalam negeri berdaya saing maka sektor industri manufaktur diharapkan akan tumbuh 6%-7%," terang Johnny.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, pihaknya mendukung agar harga gas bisa diturunkan. Menurutnya, penurunan harga gas akan meningkatkan daya saing industri dan menambah pendapatan negara.
Baca Juga: Penggunaan BBM turun, PLN raih laba bersih Rp 7,35 triliun di semester I-2019
"Semakin kita turunkan harga gas, semakin besar keuntungan negara. Bukan rugi, tapi untung," sebutnya.
Sigit memberikan gambaran, setiap harga gas diturunkan US$ 1 per MMBTU, maka secara agregat pendapatan negara bisa bertambah hingga Rp 21 triliun. "Kalau kita misalkan harga gas turun dari US$ 7 ke US$ 6 per MMBTU, secara agregat nasional kita untung Rp 21 triliun. Begitu juga sebaliknya," jelas Sigit.