Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi) menyampaikan, sampai masa darurat bencana Covid-19 ketersediaan obat-obatan dan vitamin di dalam negeri masih aman.
Namun Indonesia terancam akan kekurangan obat-obatan dan vitamin andai masa penyebaran Covid-19 melewati batas yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 29 Mei 2020 mendatang.
F Tirto Koesnadi, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia menyebutkan selama terjadi pandemik Covid-19 terjadi peningkatan permintaan obat dan vitamin.
Baca Juga: Indofarma (INAF) teken 5 nota kesepahaman di sepanjang Februari 2020
Misalnya untuk permintaan vitamin yang meningkat hingga tiga kali lipat dan obat-obatan umum yang mengalami peningkatan sekitar 5% hingga 6%.
Kenaikan ini masih bisa diatasi dengan peningkatan produksi, namun setelah melewati bulan Mei, dirinya mengatakan akan sulit memenuhi permintaan yang ada.
Pasalnya, ketersediaan bahan baku produsen obat di Indonesia terus menipis, apalagi GP Farmasi mencatat kebutuhan bahan baku sebanyak 87%-90% didatangkan dari luar negeri, salah satunya China.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal ini, pihaknya meminta pemerintah melunasi tunggakan pembayaran obat dari Rumah Sakit swasta dan pemerintah yang bergabung dalam program JKN-BPJS.
“Impor obat dari China itu terhenti 2 bulan dan ini mulai jalan lagi tetapi banyak negara lain yang butuh bahan baku juga. Kalau kita mau bersaing dapatkan bahan baku ya harus bayar dengan harga internasional dan tunai, dan sekarang industri tidak punya cash flow karena tunggakan Rp 6 triliun itu belum dibayar,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (31/3)
Baca Juga: Sudah dipastikan, alat tes virus corona bebas bea impor
Ia menyampaikan dari 200 perusahaan sebanyak lebih dari 175 perusahaan yang aktif mendukung program pemerintah yakni JKN-BPJS. Dengan adanya tunggakan maka proses pembelian bahan baku untuk ke depannya akan sulit dan nantinya akan berimbas pada gangguan operasional.
Kendati berkomitmen untuk memproduksi obat dan vitamin seperti biasa, namun dirinya tak menampik bahwa bila tunggakan sampai Maret 2020 yang mencapai Rp 6 triliun tidak dibayar maka akan membuat Indonesia kekurangan obat-obatan.
“Untuk lebih menjamin tersedianya obat dalam situasi 3 bulan ke depan, pemerintah harus mencarikan jalan bagaimana piutang-piutang Rumah Sakit Pemerintah kepada pedagang besar farmasi (PBF) dan industri farmasi dapat segera dibayar,” lanjutnya.
Pasalnya pihaknya mengaku kesulitan dalam penagihan kepada Rumah Sakit karena selalu mendapatkan jawaban bahwa klaim ke BPJS belum dibayarkan.
Ia menyebut bila kondisi ini berlanjut maka per Juli 2020, Indonesia akan kekurangan bahan baku obat yang artinya produksi juga akan tersendat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News