Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina telah mulai melakukan uji coba penjualan produk BBM Pertamax Green 95 di wilayah Jawa Timur.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I Pahala N. Mansury mengungkapkan, launching penjualan secara resmi akan dilakukan pada minggu ketiga bulan Juli tahun ini.
"Harganya sekitar Rp 13.500 per liter mungkin," kata Pahala kepada Kontan.co.id, Selasa (4/7).
Kontan mencatat, uji coba pasar akan dilakukan di Jawa Timur dan Jakarta.
Pahala menjelaskan, nantinya akan ada 17 titik SPBU untuk penjualan produk BBM terbaru yang dibuat menggunakan campuran Pertamax dengan Bioetanol sebesar 5 persen (E5).
Baca Juga: Mulai Juli, Pertamina akan Jual Pertamax Green 95 di Jakarta
Bioetanol adalah etanol atau senyawa alkohol yang berasal dari tumbuhan. Dalam hal ini, Pertamina menggunakan tebu.
Selain itu, dalam penambahan produk BBM baru ini, Pahala memastikan Pertamina tidak perlu mengucurkan investasi untuk penambahan nozzle di SPBU.
Pahala menjelaskan, dari ujicoba yang akan dilakukan ini nantinya akan menjadi bahan pertimbangan untuk memperluas penjualan ke daerah lain.
"Nanti kalau misalnya kita lihat sukses kita akan kembangkan juga untuk menambah kapasitas produksi bioetanol," imbuh Pahala.
Meski demikian, pengembangan bioetanol kini masih dihadapkan pada tantangan ketersediaan bahan baku yang terbatas.
Selama ini, kebutuhan bioetanol dipasok oleh Energi Agro Nusantara (Enero), anak usaha PTPN.
Kontan mencatat, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan, saat ini kapasitas produksi nasional baru mencapai 40 ribu kl.
"Untuk kapasitas yang siap (saat uji coba) 100 ribu kl, kapasitas yang selalu produksi saat ini 40 ribu kl," kata Dadan di Kementerian ESDM, Senin (19/6).
Dadan menjelaskan, kehadiran beleid ini pun diharapkan memberikan jaminan dan mendorong produksi bioetanol ke depannya.
Baca Juga: Bakal Mulai Uji Coba, BBM Pertamax Green 95 Dibanderol Sekitar Rp 13.200 Per Liter
Dadan memastikan, upaya pemenuhan bakan baku bioetanol tidak akan mempengaruhi kebutuhan gula untuk masyarakat.
Ia menjelaskan, bioetanol diproduksi dengan mengkonversi molasis yang merupakan bahan yang tidak dipakai dalam proses pembuatan gula dari tebu.
"Jadi kalau kita kembangin pabrik tebu nanti ada yang pabrik gula dan ada untuk molasis, ini sisanya molasis ya dipake untuk industri termasuk bioetanol. Kita tidak pakai porsi gulanya," jelas Dadan.
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel), produksi bioetanol pada 2030 ditargetkan mencapai 1,2 juta kl.
Perpres No 40/2023 diterbitkan dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional. Di mana untuk menjamin ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, serta meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih.
Oleh karenanya, Pemerintah melakukan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati.
Adapun, percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) mencakup pemenuhan kebutuhan gula konsumsi dan industri, serta peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tebu sebagai bahan bakar nabati (biofuel).
Baca Juga: Harga 3 Jenis BBM Ini Naik Per 1 Juli 2023
Atas hal tersebut, Pemerintah akan melakukan perluasan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektare.
"Penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 ha yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat, dan lahan kawasan hutan," dikutip dari salinan Perpres No 40/2023.
Adapun, sumber lahan kawasan hutan diperoleh melalui perubahan peruntukan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, dan/atau pemanfaatan kawasan hutan dengan perhutanan sosial dan sistem multi usaha.
Selain itu, juga akan dilakukan peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per ha melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut.
Selanjutnya, dalam peta jalan juga akan dilakukan peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2%. Tak lupa dilakukan peningkatan kesejahteraan petani tebu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News