Reporter: Mona Tobing | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Nasib UU Hortikultura masih tertahan di Mahkamah Konstitusi (MK) menimbulkan kekhawatiran dikalangan pengusaha hortikultura. Jika UU Hortikultura tidak segera diputuskan. Pelaku usaha khawatir kondisi ini dapat mengganggu iklim investasi sektor pertanian.
Benny Kusbini, Direktur Utama PT Mitra Tani Agro Unggul dan juga Ketua Dewan Hortikultura Nasional mengatakan, belum diputuskannya UU Hortikultura menandakan investasi sektor pertanian nasional seakan di anak tirikan. Hal itupun membuat investor urung merealisasikan investasinya di sektor pertanian.
Pelaku usaha hortikultura khususnya dari perusahaan asing juga menahan diri untuk melakukan ekspansi. Seperti pembangunan pabrik, pembelian IT, dan juga riset yang menjadi komponen biaya paling mahal dari penciptaan benih baru.
Padahal komponen tersebut harus segera dilakukan demi memenuhi kebutuhan hortikultura untuk produk-produk seperti sayur dan buah.
Apalagi, saat ini trend konsumsi pangan nasional terus naik. Jika kebutuhan tidak terpenuhi dari dalam negeri, akibatnya jumlah impor akan meningkat.
Padahal, jika melihat trend impor pertanian di sektor hortikultura terjadi penurunan selama dua tahun terakhir. Pada tahun 2012 impor sektor hortikultura mencapai 2,13 juta ton dengan nilai US$ 1,81 miliar. Jumlah itu turun lagi di 2013 menjadi 1,63 juta ton dengan nilai US$ 1,61 miliar.
Nah, sampai Juni 2014 kemarin, impor hortikultura hanya 941.288 ton dengan nilai US$ 926.706.
Benny menilai bukan tidak mungkin keran impor hortikultura bakal lebih deras, jika MK meloloskan uji materi UU Hortikultura ini.
Apalagi pasar perdagangan bebas ASEAN atau MEA segera berlangsung. Jika Indonesia tidak memiliki produk hortikultura yang unggul, maka produksi mampu mencukupi kebutuhan dan buntutnya impor membeludak.
"Daripada susah-susah menciptakan benih lebih baik impor saja buah dan sayur dari Tiongkok atau Thailand," kata Benny pada Rabu (15/10).
Alhasil peluang berinvestasi pada sektor pertanian hilang. Investor akan lebih memilih negara ASEAN yang tidak membatasi aturan kepemilikan asing. Meskipun ujung-ujungnya breeder atau pembibitannya tetap berasal dari Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News