kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Usulan Ditjen Pajak di roadmap e-commerce


Jumat, 18 Desember 2015 / 21:36 WIB


Reporter: Silvana Maya Pratiwi | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara segera mengeluarkan roadmap pengembangan e-commerce di Indonesia. Ada enam fokus utama yang jadi pembahasan pemerintah dalam menyusun peta jalan tersebut

Enam fokus tersebut adalah transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (TPMSE) yang mencakup pembiayaan, perlindungan konsumen (sistem pembayaran, cyber crime, dan izin usaha), sumber daya manusia (SDM), logistik, perpajakan, serta infrastruktur komunikasi.

Rudiantara mengatakan, roadmap ini akan menjadi regulasi bisnis di e-commerce tahun 2020. "Hal ini agar Indonesia bisa menyentuh target transaksi e-commerce US$ 130 milliar dari bisnis e-commerce," ujarnya.

Untuk menyukseskan regulasi tersebut, pembahasan terkait perpajakan jadi fokus penting.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, para pebisnis online saat ini masih dikenakan pajak pasal PP 46 tahun 2013.

Mekar bilang, alasan pemerintah tidak memberikan insentif pajak kepada para pelaku industri e-commerce, hal ini dikarenakan pada dasarnya perlakuan perpajakannya sama dengan Wajib Pajak lainnya.

"Tidak ada perlakuan khusus bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi e-commerce, karena transaksi ini hanya cara untuk mendapatkan penghasilan," tuturnya.

Namun, Mekar menjelaskan Direktorat Jenderal Pajak sudah mengajukan beberapa usulan dalam rancangan Roadmap yang diusulkan Rudiantara.

Pertama, terkait sistem pembayaran baku yang memudahkan dalam mengawasi transaksi yang dilakukan. "Kalau mereka (pelaku e-commerce) sudah posting di online, pembayarannya juga harus melalui online dan ini harus melalui suatu mekanisme tertetu, apakah mau dipakai yang diatur sendiri kominfo atau tidak. Karena dengan begitu kita bisa lebih mudah mengawasi besarnya transaksi penjualan yang dilaksanakan disitu," tuturnya.

Kedua, para pelaku e-commerce dari luar negeri yang bermain di Indonesia harus membuka perwakilan di Indonesia yang ditetapkan sebagai BUT (Badan Usaha Tetap). "Kalau dia tidak mau, kita bisa contoh China misalnya. Karena untuk beberapa perusahaan yang tidak melakukan itu, sama China di blokir. Tidak boleh melakukan transksi oleh server. Ini yang kami titipkan di roadmap ecommerce," katanya.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×