Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Imbas seretnya pasokan bahan baku kulit melebar ke mana-mana. Selain mengganggu aktivitas produksi di industri penyamakan kulit, minimnya pasokan bahan baku kulit juga berdampak kepada industri pengolahan kulit, terutama industri alas kaki atau sepatu.
Ketua Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) Sutanto Haryono mengatakan, kendala bahan baku kulit sangat mengganggu kinerja industri alas kaki dan produk kulit lainnya. Akibat minimnya bahan baku kulit, utilisasi industri alas kaki terpangkas cukup dalam.
Sutanto memperkirakan, utilisasi industri alas kaki kini tinggal 50%-60% dari total kapasitas produksi.
Selain alas kaki, industri lain yang terganggu akibat kendala bahan baku kulit adalah fesyen. Kondisi serupa juga terjadi di industri penyamakan kulit.
"Sekitar 200 perusahaan anggota APKI terganggu kinerjanya," kata Sutanto dalam acara Gelar Sepatu, Kulit dan Fashian Produksi Indonesia 2011, Kamis (28/4). Sutanto meminta pemerintah menaruh perhatian terhadap industri ini.
Sekitar 60% impor
Untuk mempertahankan operasi pabriknya, banyak produsen sepatu terpaksa mengimpor bahan baku kulit. Impor bahan kulit itu mencapai sekitar 60% dari total kebutuhan bahan baku. Tapi kendalanya, impor memakan waktu agak lama dan prosesnya juga tak mudah. "Itu yang membuat produksi tidak bisa maksimal, kami sih inginnya mendapat bahan baku dengan cepat dan mudah," kata Djimanto, Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
Untuk itu, menurut Djimanto, tidak ada cara selain mendatangkan bahan baku dari dalam negeri. Namun, mengharapkan pasokan kulit lokal agak sulit. Sebab, banyak tempat pemotongan hewan lebih suka mengekspor bahan baku kulit, ketimbang memasoknya ke industri di dalam negeri. "Pemerintah harus bisa membantu," ujarnya.
Masalah bahan baku kulit sendiri sudah lama dikeluhkan para pelaku industri pengguna kulit di dalam negeri. Sekjen APKI Lany Sulaiman sebelumnya menyatakan, kebutuhan kulit sapi untuk industri di dalam negeri mencapai 5 juta ekor per tahun.
Sedangkan pasokan dari dalam negeri hanya sebanyak 2 juta ekor per tahun. "Kesulitan bahan baku kulit juga terjadi karena produksi kulit dari Indonesia banyak yang diekspor," kata Lany. Ia berharap, pemerintah bisa membantu dengan melakukan pembatasan ekspor bahan baku kulit.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan, pembatasan ekspor bahan baku kulit hanya bisa dilakukan jika ada jaminan penyerapan dari pasar domestik. "Jangan sampai kami membatasi ekspor, tapi industri di dalam negeri tidak menyerap," kata Hidayat.
Selain jaminan pasar, harga jual kulit di dalam negeri juga harus bagus agar kebijakan pembatasan ekspor bahan baku kulit tidak merugikan produsen kulit. Meski begitu, Hidayat mengaku pemerintah tidak akan tinggal diam.
Kata Hidayat, untuk membantu industri, pemerintah sedang menyusun aturan tata niaga kulit. Dalam skema itu, ekspor kulit baru bisa dilakukan setelah kebutuhan industri domestik terpenuhi.
Namun menurut Hidayat, aturan tersebut akan dikoordinasikan dulu dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News