Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio mengatakan, adanya virus corona di Tiongkok berpengaruh pada pariwisata di Indonesia. Sebab itu, ke depannya pemerintah menyasar turis dari negara lain seperti dari Amerika Serikat dan Eropa.
Wishnutama mengatakan, saat ini pihaknya telah menjalankan program promosi wisata dan kegiatan pemasaran lainnya ke negara-negara yang berpotensi berkunjung ke Indonesia.
Baca Juga: Kementerian pariwisata akan bangun tiga creative hub, untuk apa?
"Bukan promosi aja segala macam aktivitas pemasaran dan lain sebagainya kita shifting ke negara-negara yang lebih punya potensi ke depan," kata Wishnutama setelah rapat kerja di DPR, Rabu (29/1).
Ia menyebutkan, sejumlah wilayah di Amerika Serikat dan negara di Eropa berminat untuk berwisata ke Indonesia. "Los Angeles, San Fransisco, New York, tiga kota itu tertarik tentang Indonesia. Kalo di Eropa Jerman dan Perancis," ujar dia.
Wakil Menteri Parekraf Angela Tanoesoedibjo mengatakan, tahun lalu terdapat sebanyak kurang lebih 1,9 juta wisatawan dari China. Meski begitu, hingga saat ini pihaknya masih dalam proses perhitungan berapa potensi devisa jika wisatawan dari China berkurang.
Baca Juga: Dampak virus corona, sektor manufaktur China pada Januari diperkirakan menurun
Angela menyatakan, selain AS dan Eropa, pemerintah juga menargetkan bertambahnya wisatawan dari Malaysia, Singapura dan Australia. "Target wisatawan tahun ini 17,3 juta wisatawan," kata Angela.
Wishnutama menyebutkan, perhitungan target itu mengacu pada jumlah ketersediaan penerbangan ke Indonesia.
Selain itu, Ia menyebut ke depan tidak hanya target jumlah wisatawan yang akan dikejar. Melainkan juga kualitas kunjungan wisatawan yang dapat dilihat dari berapa semakin banyaknya dana yang dihabiskan wisatawan dalam setiap kali kunjungannya ke Indonesia.
Baca Juga: Sepanjang 2019, devisa sektor pariwisata mencapai Rp 280 triliun
"Tidak hanya jumlah tapi kualitas. Australia visitor-nya 9 juta, di bawah Indonesia tetapi devisa yang dihasilkan US$ 31 miliar, jauh lebih besar dari Indonesia maupun Malaysia. Artinya tidak melulu jumlah tapi kualitas itu penting," jelas Wishnutama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News