kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Wacana sentralisasi perizanan tambang, semua kewenangan daerah diambil alih pusat?


Selasa, 18 Februari 2020 / 17:29 WIB
Wacana sentralisasi perizanan tambang, semua kewenangan daerah diambil alih pusat?
ILUSTRASI. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja alias Omnibus Law memantik kontroversi


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja alias Omnibus Law memantik kontroversi, tak terkecuali dalam perubahan di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kontoversi itu juga menyasar Pasal 40 terkait dengan perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba).

Salah satu isu yang menjadi sorotan ialah terkait dengan kewenangan pemerintah daerah (Pemda) dalam perizinan dan pengelolaan tambang minerba yang seolah akan diambil alih oleh pemerintah pusat.

Baca Juga: Chatib Basri sarankan pemerintah lakukan uji coba program kartu prakerja

Wacana itu antara lain dapat ditelisik dari dihapuskannya Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 37 dalam UU Minerba. Sebagai informasi, Pasal 7 UU Minerba menerangkan tentang kewenangan pemerintah provinsi (pemprov) dalam pengelolaan pertambangan minerba.

Pasal 8 mengatur tentang kewenangan pemerintah kabupaten (pemkab) atau pemerintah kota (pemkot) dalam pengelolaan pertambangan minerba. Sedangkan Pasal 37 mengatur pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dalam Pasal 37 UU Minerba, IUP diberikan oleh: (a) bupati/walikota apabila Wilayah IUP (WIUP) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota; (b) gubernur apabila WIUP berada dalam lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat; dan (c) menteri, apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat.

Adapun, setelah terbitnya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pada tahun 2016 perizinan IUP dialihkan dari pemerintah kabupaten/kota ke tangan pemprov. Namun, di dalam omnibus law, kewenangan ditarik ke pemerintah pusat di bawah kekuasaan Presiden.

Baca Juga: Ada omnibus law cipta kerja, Menkop UKM: UMKM bisa jaminkan kontrak penjualan

Pengamat pertambangan dari Universitas Tarumanegara yang sekaligus sebagai tim perumus omnibus law, Ahmad Redi, menyatakan bahwa pelimpahan kewenangan itu dimaksudkan untuk memutus rantai birokrasi yang berbelit-belit. Selain itu, kata Redi, penerapan perizinan usaha di omnibus law dilakukan dengan berbasis pada risiko.

Ia menjelaskan, perizinan di omnibus law cipta kerja diatur ke dalam tiga skala dengan mempertimbangkan risiko, yakni berisiko tinggi (high risk), sedang (middle risk) dan rendah (low risk).

Menurut Redi, segala bidang usaha yang high risk diwajibkan memiliki izin usaha. Sedangkan bidang usaha middle risk wajib menerapkan standar, dan untuk low risk cukup registrasi untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).

"Kegiatan yang wajib izin usaha yaitu kegiatan yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan sumber daya alam. Kegiatan- kegiatan ini ditetapkan menjadi high risk yang wajib izin usaha," kata Redi saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/2).

Baca Juga: Target Airlangga Hartarto RUU Cipta Kerja disahkan EoDB RI naik ke 51

Redi bilang, sektor minerba termasuk ke dalam bidang usaha yang high risk. Dengan begitu, perizinan ditarik ke pusat dengan kewenangan Presiden melalui sistem terintegrasi berbasis elektronik. Kendati demikian, Redi menampik jika sistem perizinan ini disebut sentralistik.

Sebab, sambung Redi, kewenangan daerah tidak serta merta akan dihilangkan. Alasannya, jika RUU Cipta Kerja ini ditetapkan, maka secara teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah (PP). Nah, melalui PP ini, presiden bisa saja mendelegasikan kewenangan ke kementerian/lembaga atau juga ke Pemda.

Tapi selama masa transisi, kewenangan perizinan usaha dilakukan oleh pemerintah pusat. "Tidak hanya di minerba, semua sektor di RUU Cipta Kerja kewenangan perizinan ada di presiden dan dapat didelegasikan ke Pemda. Pendelegasian kewenangan ini yang akan diatur dalam PP, itu konsepnya," terang Redi.

Redi menyebut, di dalam PP tersebut, akan diatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko termasuk pejabat yang akan bertindak sebagai pemberi izin. "Kuncinya ada di PP. Bila PP yang belum jadi dan hanya membaca RUU saja, memang terlihat sentralisitk," sebut Redi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×