Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
"Kami optimistis, simplifikasi layer ini tidak akan berdampak bagi usaha ITIC karena produk kami tidak head to head dengan produk rokok. Produk kami merupakan substitusi (alternatif) pada saat harga rokok mahal dan tidak terjangkau," jelas Djonny.
Djonny memaparkan Indonesian Tobaaco menyerap tembakau di 2019 sekitar 2.200 ton. Adapun tahun ini diproyeksikan sekitar 2.800 hingga 3.000 ton tembakau.
Baca Juga: APTI: Penyederhanaan struktur cukai berpotensi mengganggu serapan petani tembakau
Djonny memerinci Indonesian Tobacco menyerap bahan baku dari Jawa Tengah (Boyolali, Temanggung, Wonosobo, Muntilan), Jawa Timur (Jombang/Ploso, Jember, Bondowoso), dan Lombok (NTB). Kisaran harga pembelian bahan baku secara rata-rata harga pembelian Rp 40.000-Rp 45.000 per kilogram.
Sedangkan bagi pelaku industri rokok elektrik, kebijakan ini tidak serta merta berdampak pada tingkat permintaan.
Aryo Andrianto, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menjelaskan produk rokok elektrik memiliki pasar yang berbeda dengan rokok konvensional. Oleh sebabnya, tinggi atau rendahnya harga rokok konvensional tidak banyak berpengaruh ke market rokok elektrik.
"Market rokok elektrik adalah para pengguna rokok konvensional yang ingin berhenti menggunakan rokok konvensional ataupun ingin mencoba produk lain yang lebih rendah resiko," jelasnya.
Adapun sampai dengan saat ini Aryo bilang industri rokok elektrik akan fokus kepada regulasi industrinya sendiri yang masih membutuhkan peraturan yang dapat menunjang usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News