Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik SNI industri mainan terus bergulir. Hal ini mengingat tidak adanya sinkronisasi antara Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dengan importir mainan.
Aturan mengenai pemberlakuan SNI merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 55/M-IND/PER/11/2013 tentang SNI Mainan Secara Wajib. Sutjiadi Lukas, Ketua Asosiasi Mainan Indonesia menjelaskan, definisi mainan belum diperjelas di dalam aturan tersebut.
Misal dalam aturan tersebut hanya dijelaskan jika mainan yang wajib ber-SNI adalah mainan yang diperuntukkan bagi anak usia di bawah 14 tahun. "Mainan anak-anak memang harus SNI karena untuk perlindungan konsumen. Tapi harusnya mainan diatas 14 tahun tidak perlu SNI," kata Lukas kepada Kontan.co.id, Minggu (21/10).
Pihak Asosiasi Mainan Indonesia rencanananya akan bertemu Ditjen Pajak. "Besok jam 2 kami diajak berdiskusi di kantor Bea Cukai soal ini," kata Sutjiadi.
Menurutnya dalam aturan, pengujian SNI baru bisa dilakukan bila suatu badan perusahaan mengimpor minimal 14 pieces mainan berdaya listrik dan 8 pieces berdaya non listrik. Sementara bila konsumen membeli produk satuan, maka pemberlakuan aturan SNI tidak bisa dilakukan.
Dengan kondisi politik dan juga aturan yang masih rancu, Lukas menilai permintaan industri mainan tahun ini tetap sama dengan tahun lalu meski secara impor, produk dari asing akan berkurang. "Sudah sama seeperti tahun lalu itu tandanya masih bagus karena ini tahun politik biasa daya beli menurun," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News