kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Walau suplai dibatasi, harga karet sulit naik


Senin, 17 Juni 2013 / 07:15 WIB
Walau suplai dibatasi, harga karet sulit naik
ILUSTRASI. Pialang saham mengamati pergerakan saham di MNC Sekuritas Jakarta./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/01/10/2020.


Reporter: Handoyo | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Harga karet sulit melar. Daud Husni Bastari, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), mengatakan, sampai akhir tahun 2013, harga karet akan bertahan di level US$ 3 per kilogram (kg). Sulit bagi karet menembus harga US$ 4 per kg.

Daud menjelaskan, suplai karet di pasar dunia masih berlimpah, terutama berasal dari negara-negara non-anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC). "Seperti Vietnam dan Kamboja, terus memasok karet," kata Daud akhir pekan lalu.

Padahal, tahun ini harga karet berpeluang naik. Sebab, tiga produsen utama karet dunia, yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand, menerapkan program Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Ini adalah program pengurangan ekspor karet demi mencegah penurunan harga karet.

Sayang, negara non anggota ITRC melawan kesepakatan itu dan menggerojok karet ke pasar dunia. Alhasil, harga karet sulit merangkak naik.

Sebagai catatan, pada Oktober 2012 hingga Maret 2013, tiga negara anggota ITRC sepakat untuk mengurangi suplai karet dunia dengan cara mengerem ekspor. Dari program AETS tersebut Indonesia mendapat jatah pengurangan ekspor karet alam sebanyak 117.000 ton per bulan.

Pengurangan ekspor ini berdampak terhadap produksi karet alam. Gapkindo memprediksi sampai akhir tahun 2013, produksi karet sekitar 2,8 juta ton atau turun 6,7% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 3 juta ton.

Selain faktor pengaturan ekspor karet, anomali cuaca berdampak besar terhadap penurunan produksi karet. Seperti kita tahu, seharusnya Juni mulai masuk musim kemarau. Nyatanya, sejumlah wilayah di Indonesia masih diguyur hujan.

Tingginya curah hujan, kata Daud, mengakibatkan sejumlah wilayah penghasil karet terkena banjir. Penurunan produksi di beberapa wilayah perkebunan karet akan terjadi di Jambi, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Jawa. "Gugur daun di selatan khatulistiwa terganggu dengan musim kemarau yang basah ini," kata Daud.

Daud belum berani memprediksikan volume ekspor karet alam asal Indonesia pada tahun 2013. Sebab, kinerja ekspor karet alam masih bergantung dengan kondisi perekonomian di beberapa negara pengguna karet terbesar di dunia seperti Amerika Serikat dan China.

Tahun lalu, ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,44 juta ton, atau turun 4,3% dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 2,55 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×