kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Widodo Makmur Perkasa (WMP) jaga rantai pasok di industri protein hewani


Kamis, 17 Desember 2020 / 20:19 WIB
Widodo Makmur Perkasa (WMP) jaga rantai pasok di industri protein hewani
ILUSTRASI. Widodo Makmur Perkasa


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Widodo Makmur Perkasa (WMP) terus mengupayakan penyediaan pangan berkualitas sehingga berdampak langsung pada keberlangsungan hidup masyarakat.

Mengacu pada data statistik Meat and Livestock Australia, pemenuhan daging sapi nasional tahun 2020, dari produksi domestik sebesar 43%, Australian boxed beef 9%, Australian Cattle (lot-feed) 21%, Australian boxed beef offal 6%, Indian imports 13%, dan other suppliers imports 8%.

CEO PT Widodo Makmur Perkasa, Tumiyana, mengatakan WMP memiliki beberapa strategi untuk mempertahankan pasar di industri peternakan. Industri peternakan sebaiknya berupaya untuk membuka sumber penyediaan sapi bisa dari sumber negara lain.

Mengacu pada data FAS/USDA, populasi sapi antara Australia dan Brasil, yakni Australia 23,69 juta ekor atau 2,40% populasi dunia dan Brasil 244,14 juta ekor atau 24,72%. Dengan begitu peluang mendapatkan sapi ada beberapa alternative.

Kemudian, meningkatkan kualitas genetik sapi dan pengembangan peternak mandiri. Di sektor unggas, WMP melalui Widodo Makmur Unggas (WMU) memastikan penyediaan produk daging ayam yang mengutamakan keamanan pangan dalam kualitas terbaik dan harga yang terjangkau.

Menurut Tumiyana, kendala yang paling utama dihadapi adalah rantai pasok atau supply chain produk pertanian di Indonesia yang masih sangat terbatas dalam hal pengawasan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). Oleh karena itu, WMP berusaha untuk melakukan manajemen rantai pasok yang efektif dan efisien.

“Di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai dan tentunya berdampak ke semua pihak termasuk Grup Widodo Makmur Perkasa, namun berkat manajemen yang baik maka proyeksi hanya turun sekitar 15%,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (17/12).

Baca Juga: Widodo Makmur Unggas bakal listing di BEI pada pekan pertama Desember 2020

Dengan berkolaborasi, ditambahkan Tumiyana, berarti melaksanakan peran sebagai corporate citizen yang bertanggung jawab, bukan hanya dalam skema kerja sama tetapi dengan sesungguhnya bersama-sama bekerja mewujudkan kesejahteraan bagi peternak dan masyarakat.

Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2019, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada pada urutan ke-16 di dunia atau sebesar US$ 1,2 triliun, meningkat 4,97% secara tahunan atau year on year (yoy) dari tahun 2018 sebesar US$ 1,14 triliun, dan menjadi yang tertinggi di tingkatan negara ASEAN. Perekonomian Indonesia telah tumbuh stabil selama 5 tahun terakhir, didorong oleh pertumbuhan kelas menengah serta pengeluaran konsumsi dengan lebih dari 49% konsumsi adalah konsumsi rumah tangga.

Direktur Utama PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMU), Ali Mas'adi, mengemukakan industri perunggasan di Indonesia terus berada pada tren peningkatan, tercermin dari pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat. Sepanjang 2019, produksi unggas nasional tercatat 2.315 juta ton dan konsumsi nasional 2.318 juta ton. Sementara pada tahun 2018, produksi dan konsumsi nasional masing-masing tercatat 2.290 juta ton dan 2.294 juta ton.

“Konsumsi nasional kita tumbuh terus tiap tahun dan kita bersama-sama menjaga keberlanjutan bisnis WMU. Selain berfokus pada produk karkas, WMU juga melihat potensi diversifikasi pangan dan mulai menyasar segmen makanan olahan melalui lini bisnisnya," kata dia.

Kinerja perusahaan di sektor ini pun diperkirakan akan semakin membaik di tahun depan didukung kenaikan harga ayam broiler maupun Day Old Chick (DOC). Saat ini, harga ayam broiler sudah menyentuh Rp 20.000 per ekor dan harga DOC Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per ekor. Harga tersebut membaik dibandingkan rata-rata harga di bulan Oktober yang sebesar Rp 15.600 untuk ayam broiler, dan Rp 5.000 untuk DOC.

Selain itu, tren penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga turut memengaruhi, apalagi sebagian besar bahan baku pakan ternak seperti kedelai, berasal dari pasokan impor dengan kandungan mencapai 25% dari total nutrisi pakan ternak. Hal ini tentunya akan menekan beban perusahaan.

Selanjutnya: Bisnis terintegrasi jadi andalan Widodo Makmur Unggas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×