kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.534.000   17.000   1,12%
  • USD/IDR 15.920   -50,00   -0,32%
  • IDX 7.465   11,46   0,15%
  • KOMPAS100 1.135   -0,58   -0,05%
  • LQ45 891   0,04   0,00%
  • ISSI 228   1,25   0,55%
  • IDX30 457   0,31   0,07%
  • IDXHIDIV20 549   2,31   0,42%
  • IDX80 130   -0,08   -0,06%
  • IDXV30 133   -0,46   -0,35%
  • IDXQ30 151   0,43   0,29%

Bisnis penerbangan nasional semakin berat


Kamis, 18 Januari 2018 / 11:00 WIB
Bisnis penerbangan nasional semakin berat


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun lalu, Kementerian Perhubungan membuka 83 rute penerbangan baru sipil komersial. Perinciannya, sebanyak 58 rute penerbangan domestik dan 25 rute penerbangan internasional.

Tujuan utama pembukaan rute-rute baru domestik tersebut untuk membuka keterisolasian daerah dan memperlancar transportasi antardaerah. Sehingga pembangunan lebih merata.

"Kami mendorong sebanyak mungkin untuk memperluas jaringan di seluruh wilayah nusantara serta pembangunan bandara," kata Agoes Soebagio, Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara kepada KONTAN, Rabu (17/1).

Kendati begitu, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri penerbangan Tanah Air. Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (Inaca) Bayu Sutanto menjelaskan, tantangan utama di industri penerbangan adalah tarif tiket yang diatur pemerintah.

Selama ini perubahannya, mengikuti kenaikan biaya-biaya produksi seperti avtur, serta biaya bandara dan navigasi. "Prosesnya panjang dan sulit," ujar Bayu, saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (17/1).

Di sisi lain seiring bertambahnya rute baru, kondisi di Bandara Soekarno Hatta masih cukup padat. Bayu mengungkapkan, ada beberapa hal yang harus diperbaiki oleh penyelenggara industri penerbangan, yakni fasilitas bandara termasuk runway, terminal, navigasi, depo avtur, dan ekstensi jam operasi bandara. "Kami berharap pemerintah membentuk badan ekonomi pengatur penerbangan untuk mengatur kebijakan ekonomi penerbangan sipil terkait infrastruktur, tarif, konektivitas, integrasi moda, dan pemerataan," pintanya.

Ikhsan Rosan, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia mengamini. Kepadatan bandara bakal mempengaruhi on time performance (OTP) setiap maskapai penerbangan. "Misalkan salah satu armada terlambat 45 menit, itu akan menimbulkan efek domino," ungkap Ikhsan kepada KONTAN, Rabu (17/1).

Ikhsan mengklaim, tahun lalu, OTP Garuda Indonesia mencapai level 90%. Hingga akhir tahun nanti, perusahaan berkode saham GIAA di Bursa Efek Indonesia itu menargetkan posisi OTP berada di atas 90%. Di sisi lain, kondisi keuangan Garuda hingga kuartal III-2017 masih rugi US$ 222,04 juta. Demi menjaga efisiensi, tahun ini Garuda akan terus meningkatkan utilitas armada, dari awalnya 9 jam 35 menit dalam satu hari, menjadi di atas 10 jam 15 menit.

Tak hanya menambah frekuensi penerbangan, Ikhsan memaparkan, perseroan ini bakal membuka beberapa rute baru pada tahun ini. Jumlahnya 30 rute, baik domestik maupun internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×