Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Akibat ambruknya harga nikel di London Metal Exchange (LME) dari semester II tahun lalu US$ 11.000 per ton menjadi US$ 8.000 - US$ 9.000 per ton. Telah berdampak ke penghentian operasional beberapa fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
Adapun jumlahnya semakin bertambah, dari yang sebelumnya pada bulan Juni lalu ada sekitar 13 smelter. Saat ini sudah mencapai 17 smelter yang menghentikan operasionalnya sampai harga nikel kembali pulih.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I), Jonatan Handjojo mengatakan jumlah penghentian operasi smelter semakin bertambah karena hara nikel tak kunjung membaik.
"Jumlahnya dari 13 smelter yang kemarin bertambah jadi 17 smelter yang berhenti operasi. Kita akan kembali jalan kalau harga kembali normal," ungkapnya kepada KONTAN, Minggu (9/7).
Sayangnya Jonatan enggan membeberkan ke 17 namaa perusahaan yang berhenti operasi itu. Ia hanya menekankan bahwa ambruknya harga nikel ke level US$ 8.000 per ton - US$ 9.000 per ton di LME didasari oleh pemerintah yang telah membuka keran ekspor mineral mentah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 06/2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri.
"Semua Smelter yang berhenti, izin nya dari BKPM. Bukan dari ESDM. Minggu depan Pak Tomas Lembong sepulang dari G 20 Jerman akan menerima kami AP3I," terangnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News