kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penggilingan kecil kalah bersaing


Rabu, 13 Desember 2017 / 21:37 WIB
Penggilingan kecil kalah bersaing


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Luas panen yang menurun sejak beberapa bulan terakhir mengakibatkan harga gabah cenderung meningkat. Bahkan, harga gabah kering panen (GKP) sudah lebih dari Rp 5.000 per kg.

Sutarto Alimoeso, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengatakan kondisi ini mengakibatkan banyak penggilingan kecil yang kalah bersaing dengan penggilingan besar.

Pasalnya, gabah yang ada di petani lebih banyak diserap oleh penggilingan besar. Terlebih, penggilingan kecil tidak mampu membeli gabah dengan harga yang tinggi

"Penggilingan padi kita kemampuan menggilingnya jauh di atas produksi. Kalau produksi gabah menurut angka 80 juta ton, kemampuan penggilingan padi kita itu lebih dari 200 juta ton. Dengan situasi ini, yang mampu membeli gabah hanya yang besar," ujar Sutarto kepada Kontan.co.id, Rabu (13/12).

Menurut Sutarto, sebagian penggilingan kecil yang mengeluh akibat kekurangan bahan. Bahkan, dia bilang banyak penggilingan yang memilih berhenti beroperasi.

"Menurut laporan ketua DPD Perpadi di Sumatera Utara, 50% penggilingan di sana sudah berhenti beroperasi. 50% dari penggilingan di Jawa Timur juga berhenti beroperasi," kata Sutarto.

Sutarto pun menambahkan, hal ini pun merupakan salah satu pengaruh dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan. Karena itu menurutnya, sebaiknya HET untuk beras medium dihapuskan dan hanya menetapkan harga tertinggi beras. Menurutnya, hal ini supaya penggilingan kecil tetap bisa beroperasi.

Hal senada juga disampaikan oleh Sumanto, salah satu pedagang dan pemilik penggilingan di Gresik, Jawa Timur. Menurutnya perbedaan harga yang tinggi antara beras medium dan premium mendorong penggilingan untuk memproduksi beras premium. Sayangnya, yang memiliki kemampuan memproduksi beras premium hanyalah penggilingan besar.

Paryoto, pedagang sekaligus pemilik penggilingan di Sragen, Jawa Tengah mengatakan dirinya pun merasakan kerugian akibat harga gabah yang tinggi dan HET beras medium yang hanya sekitar Rp 9.450 per kg.

"Saya hanya bisa memproduksi beras medium karena penggilingan saya juga masih manual. Masyarakat di sini juga masih mengonsumsi beras medium. Meskipun rugi, tetapi saya juga harus mempertahankan pelanggan," tutur Paryoto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×