kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Stop impor garam industri 2021, pengusaha minta kepastian pasokan


Jumat, 09 Maret 2018 / 20:25 WIB
Stop impor garam industri 2021, pengusaha minta kepastian pasokan
ILUSTRASI. Pekerja menyortir garam beryodium


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Indonesia akan menghentikan impor garam industri pada 2021.

Menanggapi hal ini, Franky O Widjaja, Chairman dan CEO Sinar Mas Agribusiness and Food meminta, sampai target tersebut terealisasikan, bahan baku garam untuk industri tetap tersedia.

Grup Sinar Mas juga memiliki lini bisnis kertas, di mana kertas pun membutuhkan garam industri sebagai bahan baku.

“Swasembada garam tidak terlalu sulit dicapai. Tetapi harus direncanakan dengan baik, dalam masa transisi ini jangan sampai ada kekurangan bahan baku, karena dampaknya bisa sangat besar,” ujar Franky, Jumat (9/3).

Menurut Franky, dibutuhkan persiapan yang sangat matang untuk mencapai swasembada garam. Harus ada lahan yang tersedia dan industri juga harus ada yang bersedia berinvestasi.

“Sampai saat ini sudah ada yang berinvestasi. Tetapi apakah sudah sesuai dengan yang ditetapkan, kita tidak tahu. Kalau sampai 2020 belum tersedia lahan, pasti akan ditunda. Itu yang tidak mudah,” ujar Franky.

Sementara itu, saat ini Franky pun mengaku industri kertas kerap kekurangan garam industri meski industri masih bisa mengatasi hal tersebut. Dia berharap, pemerintah memberikan jalan keluar terbaik sehingga permasalahan ini dapat berakhir.

Dia pun mengatakan, bila bahan baku seperti garam industri tidak terpenuhi, maka ada kemungkinan perusahaan akan menghentikan produksi mereka.

Sementara itu, Luhut mengatakan dalam dua tahun ke depan pemerintah akan menyelesaikan 30.000 ha lahan untuk garam industri. Dia bilang, lahan tersebut berada di Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Lahan yang di NTT selama ini tidak pernah kita sentuh. Masalah tanah ternyata tidak jadi masalah. Sekarang sudah ada 5.000 ha lebih yang sudah mulai jalan,” tutur Luhut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×