Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
MEDAN. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembalikan (re-ekspor) 103 ton ikan impor yang positif mengandung formalin atau zat kimia pengawet jenazah ke Malaysia dan Pakistan, Selasa (14/2/2012). Ikan yang berformalin tersebut masuk melalui pelabuhan yang ada di Medan, Sumatra Utara.
M Syamsul Maarif, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) yang hadir di Medan, menjelaskan, ikan impor tersebut dikembalikan karena terbukti mengandung zat berbahaya. ”Kami tak ingin warga mengonsumsi ikan yang tak layak konsumsi,” ujar Syamsul.
Ikan tersebut akan dikirim balik secara bertahap. Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil (BKIPM) Kelas I Medan II, Felix Lumban Tobing mengatakan, pengembalian ikan tahap pertama dilakukan Selasa kemarin (14/2) dan sisanya pada pekan depan.
Secara nasional, tahun 2011 ini, BKIPM sudah menolak ikan impor sebanyak 6.554 ton yang terdiri dari jenis udang, makarel, patin, teri kering, salmon, lele, bawal, tongkol, dan kembung. Penyebabnya antara lain, perizinan tidak lengkap dan adanya kandungan bahan berbahaya pada ikan.
Pada kurun Januari sampai Februari ini, sudah terdapat 103 ton ikan yang ditolak oleh BKIPM Kelas I Medan II. Keseluruhan ikan tersebut mengandung formalin atau terkontaminasi penyakit ikan.
Selain mengirim balik ikan bermasalah itu, BKIPM Kelas I Medan II memusnahkan ikan impor yang tidak layak konsumsi. Pada Maret 2011, BKIPM Kelas I Medan II sudah memusnahkan 28 ton ikan makarel yang bermasalah. ”Saat itu ikan tersebut tak dilengkapi izin,” kata Felix.
Impor ikan berformalin itu merugikan importir. Ka Ho, salah seprang pelaku impor dari CV Soon Ho, mengatakan, di antara 103 ton ikan berformalin tersebut, terdapat 28 ton ikan miliknya yang dia impor. Saat mengurus izin ke laboratorium, ternyata ikan yang diimpor Ka Ho positif mengandung formalin.
Kini, Ka Ho terpaksa merelakan ikan jenis makarel tersebut dikirim kembali ke Malaysia. Akibat peristiwa ini, Ka Ho mengaku merugi hingga Rp 50 juta untuk ongkos pengiriman. Ia bilang, pemasok ikan yang ada di Malaysia sudah berjanji mengganti ikan tersebut dengan yang layak konsumsi.
”Saya akan membuat perjanjian dengan eksportir ikan di Malaysia itu, jika mereka kirim ikan tak layak konsumsi lagi, maka mereka harus mengganti semua kerugian,” ujar Ka Ho. (MHF/Kompas)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News