Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pihak menyoroti regulasi yang tidak ramah investasi dan ketidakmatangan proyek jadi penyebab 22 proyek Energi Baru Terbarukan kesulitan pendanaan.
Executive Vice President Energi Baru dan Terbarukan (EBT) PLN Zulfikar Manggau membenarkan adanya sejumlah proyek pembangkit EBT yang mengalami kesulitan pendanaan. "Ada beberapa, mereka tidak dapat pembiayaan," sebut Zulfikar ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (17/10).
Sayangnya Zulfikar enggan buka-bukaan soal proyek-proyek tersebut. Menurutnya, PLN terus berupaya agar proyek-proyek tersebut dapat terus berjalan.
Baca Juga: 19 proyek EBT kesulitan pendanaan, ESDM: Kami terus dorong
Salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan memfasilitasi IPP dengan lembaga keuangan. "Ini proyek IPP, mereka upayakan pendanaan sendiri. Kami sudah banyak fasilitasi namun belum berhasil," ujar Zulfikar.
Disisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab proyek-proyek EBT terkendala pendanaan. Antara lain yakni regulasi yang membuat tarif tidak sesuai keekonomian dan kualitas proyek yang tidak bankable.
"Tidak bisa dipungkiri kualitas investor juga menjadi penyebab, terlebih ketika mereka tidak mampu memberikan jaminan pelaksanaan yang diminta perbankan," jelas Fabby ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (17/10).
Baca Juga: Terregra Asia Energy (TGRA) menyerap belanja modal Rp 278 miliar hingga Juni lalu
Hal ini menurut Fabby akan membuat lembaga keuangan memperhitungkan kembali dalam memberikan pendanaan. Jika proyek terus diundur, Fabby menilai akan merugikan baik PLN dan IPP.
Seluruh proyek yang termasuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028 justru membuat PLN harus mempertimbangkan untuk mencari proyek alternatif lain sebagai pengganti.
IPP juga dibebankan dengan biaya produksi yang terus meningkat jika proyek tak kunjung terlaksana. Fabby menegaskan, pemerintah perlu menaruh perhatian pada regulasi yang dapat mendorong proyek menjadi ekonomis.
Hal senada diutarakan Ketua Asosiasi Perusahaan Pengembang Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni. Menurutnya, selain regulasi, ketidakmatangan perencanaan turut menjadi penyebab terkendalanya proyek memperoleh pendanaan.
"Kesannya buru-buru, ada 22 proyek yang kesulitan pendanaan. sejumlah proyek lain yang sebenarnya sudah siap justru tidak bisa dimulai," ungkap Riza kepada Kontan.co.id, Kamis (17/10).
Baca Juga: BP Statistical Review: Konsumsi energi primer semakin meningkat
Riza menampik jika Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) tidak menarik bagi investor. Ia menjelaskan, jenis pembangkit ini sangat menarik bagi investor. Terlebih melihat ketersediaan sumber daya yang berlimpah.
"Sangat menarik, bahkan sekarang hidro lebih murah dari batubara, jadi harusnya kembangkan hidro, tapi dihalang-halangi," imbuh Riza.
Riza bahkan menilai, Kementerian ESDM di bawah pimpinan Ignasius Jonan cenderung tidak pro pada pengembangan EBT. Salah satu indikatornya yakni kehadiran ESDM sebagai regulator yang menarik investasi semakin tidak terlihat perannya.
Baca Juga: Alami peningkatan kapasitas listrik terpasang, Jonan apresiasi kinerja PLN dan IPP
Lebih jauh Riza bilang pihak asosiasi berharap Jonan tak lagi menjabat sebagi Menteri ESDM di periode berikutnya. "Harapannya supaya ada pergantian Menteri ESDM sehingga nanti ada regulasi yang bisa menyehatkan iklim investasi" tandas Riza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News