Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
Baca Juga: PLN: Berita soal penyewaan genset yang mengatasnamakan PLN itu hoaks
Dengan melepas golongan 900 VA ke skema tariff adjustment, usulan subsidi di RAPBN 2020 berubah dari semula Rp 62,2 triliun menjadi Rp 54,79 triliun.
"Yaudah kalau kemarin keputusan politik semua (pelanggan) 900 VA dicabut, sekarang masuklah kita ke tariff adjustment," jelas Djoko.
Berkurangnya jumlah pelanggan yang disubsidi disebut Djoko turut mengurangi alokasi subsidi bagi PLN. Hal ini dinilai Djoko tidak begitu berdampak sebab alokasi tersebut digantikan lewat penerimaan dari pelanggan yang tidak disubsidi.
Yang pasti, penerapan tariff adjustment menjadi kabar gembira bagi PLN. Djoko bilang, penerapan tariff adjustment pada rumah tangga mampu bisa memperlancar arus kas PLN. "Karena kami menjual listrik, tentu berharap hasilnya bisa langsung diperoleh," ungkap Djoko.
Namun, Djoko kembali mengingatkan penerapan tariff adjustment tak melulu berarti terjadi kenaikan tarif. Hal ini lantaran tariff adjustment yang akan alami penyesuaian per tiga bulan bergantung pada tiga komponen yakni kurs dolar, Indonesian Crude Price dan inflasi.
Baca Juga: Indef: Pencabutan subsidi listrik 900 VA berpotensi pacu inflasi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa ketika dihubungi Kontan.co.id bilang penerapan ini akan memberi dampak positif bagi Kementerian ESDM dan PLN. "Pemerintah tak punya lagi beban kompensasi, sementara pendapatan PLN bisa bertambah," jelas Fabby.
Namun Fabby menilai, Kementerian ESDM patut mewaspadai komposisi ketiga komponen tarif adjustment. "Misalnya nilai tukar dollar terhadap rupiah, itu pengaruhnya signifikan. 80% pengeluaran PLN dihitung dengan mata uang asing namun penerimaan PLN dalam rupiah," jelas Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News