Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memprediksi penerapan tariff adjustment akan berlaku pada 27,9 juta pelanggan pada Januari 2020 mendatang.
Angka ini terdiri dari proyeksi 21 juta pelanggan golongan 900 VA non-subsidi dan 6,9 juta pelanggan subsidi pada Januari 2020 nanti.
Direktur Strategis II PLN Djoko Abumanan mengungkapkan, hampir setiap tahun PLN melistriki tiga juta pelanggan. "Kira-kira nanti jumlahnya 27,9 juta pelanggan dari sekarang 21 juta pelanggan yang tidak disubsidi," terang Djoko ditemui di Jakarta, Rabu (4/9).
Lebih jauh Djoko beranggapan, penetapan kembali tariff adjustment bagi pelanggan 900 VA Rumah Tangga Mampu sebagai bentuk pemberian subsidi yang tepat sasaran.
Menurutnya, selama ini bentuk subsidi oleh pemerintah disalurkan melalui layanan BPJS dan layanan lainnya. Penetapan tariff adjustment ini membuat subsidi langsung mengarah pada perorangan atau masyarakat.
Djoko beralasan, penerapan tariff adjustment pada pelanggan 900 VA dimungkinkan akibat sudah adanya pemilahan dan penggolongan antara Rumah Tangga Mampu dan yang tidak.
Baca Juga: Peduli lingkungan, PLN manfaatkan listrik dari PLTSa di Surabaya
Sementara itu, Djoko mengungkapkan sejauh ini golongan 450 VA belum ada pemilahan antara yang mampu dan tidak. Hal ini membuat PLN belum bisa menerapkan tariff adjustment.
"Kemarin di Senayan, semua pelanggan 900 VA baik mampu maupun tidak mampu akan dicabut subsidinya, kalau dia pakai 900 VA harusnya mampu dong," jelas Djoko.
Bahkan Djoko mengungkapkan, saat ini ada sekitar 6,9 juta pelanggan golongan 900 VA yang masih menerima subsidi. Kelompok pelanggan ini dipastikan tidak akan lagi menerima subsidi ditahun mendatang.
Mengenai kemungkinan pelanggan 900 VA naik menjadi golongan pelanggan 1.300 VA, Djoko mengungkapkan, semua keputusan tersebut bukan di tangan PLN. Kendati demikian, PLN terbuka bagi pelanggan yang memilih opsi tersebut.
Asal tahu saja, 24,4 juta pelanggan semula sudah mengikuti tariff adjustment, lantaran golongan 900 VA RTM sudah tak lagi menikmati subsidi listrik. Ketentuan itu ada dalam Peraturan Menteri ESDM No 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan PT PLN.
Hanya pemerintah menahan kenaikan tarif dan menanggung biaya tarif itu dengan subsidi. "Kemarin Pemerintah tak menerapkan tariff adjustment ke golongan ini, sehingga harus ditanggung melalui mekanisme subsidi," jelas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM Rida Mulyana.
Baca Juga: PLN: Berita soal penyewaan genset yang mengatasnamakan PLN itu hoaks
Dengan melepas golongan 900 VA ke skema tariff adjustment, usulan subsidi di RAPBN 2020 berubah dari semula Rp 62,2 triliun menjadi Rp 54,79 triliun.
"Yaudah kalau kemarin keputusan politik semua (pelanggan) 900 VA dicabut, sekarang masuklah kita ke tariff adjustment," jelas Djoko.
Berkurangnya jumlah pelanggan yang disubsidi disebut Djoko turut mengurangi alokasi subsidi bagi PLN. Hal ini dinilai Djoko tidak begitu berdampak sebab alokasi tersebut digantikan lewat penerimaan dari pelanggan yang tidak disubsidi.
Yang pasti, penerapan tariff adjustment menjadi kabar gembira bagi PLN. Djoko bilang, penerapan tariff adjustment pada rumah tangga mampu bisa memperlancar arus kas PLN. "Karena kami menjual listrik, tentu berharap hasilnya bisa langsung diperoleh," ungkap Djoko.
Namun, Djoko kembali mengingatkan penerapan tariff adjustment tak melulu berarti terjadi kenaikan tarif. Hal ini lantaran tariff adjustment yang akan alami penyesuaian per tiga bulan bergantung pada tiga komponen yakni kurs dolar, Indonesian Crude Price dan inflasi.
Baca Juga: Indef: Pencabutan subsidi listrik 900 VA berpotensi pacu inflasi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa ketika dihubungi Kontan.co.id bilang penerapan ini akan memberi dampak positif bagi Kementerian ESDM dan PLN. "Pemerintah tak punya lagi beban kompensasi, sementara pendapatan PLN bisa bertambah," jelas Fabby.
Namun Fabby menilai, Kementerian ESDM patut mewaspadai komposisi ketiga komponen tarif adjustment. "Misalnya nilai tukar dollar terhadap rupiah, itu pengaruhnya signifikan. 80% pengeluaran PLN dihitung dengan mata uang asing namun penerimaan PLN dalam rupiah," jelas Fabby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News