kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

5 Tren global ini akan berdampak pada lanskap energi di Indonesia


Selasa, 08 Desember 2020 / 22:39 WIB
5 Tren global ini akan berdampak pada lanskap energi di Indonesia
ILUSTRASI. PLTS yang dikembangkan Pertamina Power Indonesia


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. PT Pertamina (Persero) mengkaji adanya lima tren global yang sedang dan akan terjadi, sehingga dapat mempengaruhi lanskap energi di Indonesia.

Vice President Pertamina Energy Institute Hery Haerudin menyebut, salah satu tren global yang terjadi sekarang adalah pandemi Covid-19. Akibat pandemi, ekonomi global diperkirakan mengalami kontraksi -3,6% sampai -5.2% pada tahun ini.

Kebutuhan energi dan emisi global tahun ini juga diperkirakan masing-masing lebih rendah 5% dan 7% dibandingkan dengan tahun 2019. “Penurunan harga komoditas energi selama masa pandemi turut mengganggu operasional beberapa perusahaan energi,” imbuh dia dalam acara Pertamina Energy Webinar, Selasa (8/12).

Dampak negatif pandemi Covid-19 diperkirakan dapat berkurang seiring adanya pemberian stimulus dan penciptaan vaksin yang bakal menjadi game changer.

Baca Juga: Proyeksi kebutuhan gas nasional hingga tahun 2050 versi Pertamina

Tren global berikutnya adalah kendaraan listrik yang penetrasinya kian masif. Di tahun 2019, penjualan kendaraan listrik mencapai 2,1 juta unit dengan pangsa pasar sebesar 2,6%. Beberapa negara seperti China, India, dan Jepang sudah memiliki target pangsa pasar kendaraan listrik sebesar 30% pada tahun 2030 nanti.

Secara umum, termasuk di Indonesia, penetrasi kendaraan listrik memerlukan ekosistem yang memadai dan disertai dengan dukungan kebijakan dari pemerintah.

Hery melanjutnya, tren global lainnya adalah keberadaan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi rendah karbon. Secara global, tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT diproyeksikan meningkat sekitar 4% atau 200 gigawatt (GW) pada tahun 2020. “Dari jumlah tersebut, 114 GW berasal dari China dan Amerika Serikat,” ujar dia.

Baca Juga: Pertamina: Pandemi corona akibatkan penurunan kebutuhan energi sebesar 16% di 2020

Sementara itu, beberapa teknologi rendah karbon yang tengah berkembang adalah green hydrogen dan CCUS. Selain itu, keberadaan biofuel atau bahan bakar nabati dapat dioptimalkan sesuai dengan kebijakan masing-masing negara.

Ada pula tren global berupa penurunan emisi karbon dioksida (CO2). Tren ini tercipta mengingat adanya pembatasan kenaikan suhu global sebesar 1,5—2 derajat celcius.

Beberapa negara Asia pun sudah menargetkan bebas emisi atau net-zero emission, yakni Jepang dan Korea Selatan pada 2050 serta China pada 2060.

Baca Juga: BI catat persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi mulai membaik

Tak hanya itu, AS sudah menargetkan net-zero emission di sektor produksi listrik pada tahun 2035 dan total emisi pada tahun 2050. Uni Eropa juga menargetkan tahun 2050 untuk mencetak net-zero emission.

Tren global yang tak kalah penting adalah Internet of Things (IOT). Hery menilai, IOT dapat memberikan dukungan terhadap kemudahan dalam pengambilan, analisa, dan integrasi data. Integrasi big data dalam pengambilan keputusan dipercaya akan mendorong efisiensi kegiatan operasional perusahaan.

Selanjutnya: Kembangkan program gasifikasi batubara, Pertamina gandeng dua emiten batubara ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×