kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada investasi Rp 175 triliun di Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)


Rabu, 11 Desember 2019 / 13:27 WIB
Ada investasi Rp 175 triliun di Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
ILUSTRASI. Ekspor industri TPT menanjak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Geliat investasi langusng atau foregn direct investment (FDI) dalam negeri masih menggairahkan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sebanyak Rp 175 triliun dana FDI ngantri untuk sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan dana FDI TPT itu merupakan rencana komitmen untuk tujuh tahun investasi. Untuk pilihan lokasi investasi industri TPT terletak di Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim).

Baca Juga: Asosiasi tekstil menilai usulan safeguard masih rendah

Namun, Bahlil mengaku Jabar belum sampai pada tahapan teknis. Pihaknya masih membedah faktor-faktor yang dapat memenghambat investasi di Tanah Sunda. “Kami sedang mencari regulasi yang mudahkan mereka agar mereka tidak perlu repot-repot,” kata Bahlil di kantor BKPM, Rabu (11/12).

Bahlil menambahkan salah satu kendala utama adalah Upah Minimum Pekerja (UMP) di Jabar sudah agak mahal. Oleh karenannya, Jateng dan Jatim menjadi bagian relokasi beberapa investasi dari Jabar. Alasannya, gaji tenaga kerja di Jateng dan Jatim yang relatif lebih murah.

Saat ini pemerintah tengah mengindentifikasi stimulus yang dapat merealisasikan FDI PTP itu. Bahlil menyampaikan agar investasi TPT itu bisa terealisasi pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait dan pemangku kepentinga lainnya. Dia berjanji bila tidak ada arah melintang, Rabu (18/12) depan investasi tersebut akan mendapatkan kepastian dan diselesaikan.

Nafsu pemerintah melancarkan FDI TPT ini adalah guna menekan impor tekstil dan meningkatkan ekspor. Penetrasi impor tekstil tinggi karena bahan baku yang mahal. Ditambah mesin oprasional sudah tidak efektif digunakan lantara sudah usang.

Baca Juga: Terungkit akhir tahun, POLY membidik pertumbuhan

Masalahnya peremajaan mesin produksi tekstik tak kunjung terjadi. “Bukan rahasia umum lagi, bahwa garmen kita banyak impor dari negara lain terutama China,” ungkap Bahlil.

Strategi pemerintah ke depan akan merangkut pasar dalam negeri agar memaksimalkan suplay produk dalam negeri. Tetapi, untuk dapat ke sana, Bahlil berharap sinergi pemerintah dan pengusaha dapat terwujud. Terutama regulasi tidak boleh lagi memberatkan dunia usaha tekstil agar tercipta kondisi yang kompetitif.

“Harapan kami ke depan adalah sinergi kemudian melahirkan satu keputusan win-win solution, untungkan pengusaha dan negara,” kata Bahlil.

Kata Bahlil agar investasi bisa mocer mengalir ke Tanah Air, permasalahan industri TPT perlu dipecahkan. Catatan BKPM berdasarkan Forum Group Discussion (FGD) dengan pelaku industri tekstik setidaknya ada delapan kendala industri tekstil.

Pertama, bahan baku industri serat didominasi kapas (37%), poliester (51%), dan sisanya rayon (12%). Nyatanya, hampir 100% kapas impor, sebab beberapa daerah di Indonesia tidak cocok untuk budidaya kapas. Saran BKPM perlu adanya pengembangan kapas kapas di Sulawesi, NTB, dan NTT, serta pengembangan bahan baku peningkatan kapas.

Baca Juga: Obat kuat untuk industri padat karya

Kedua, upah buruh yang relatif tinggi, upaya efisiensi industri tekstil, pengaturan mengenaik PHK yang memberatkan usaha, dan sistem perangon dan turn over tinggi. Untuk itu, dirasa perlu adanya revisi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentabg Ketenagakerjaan.

Ketiga, industri tekstil masih banyak yang mengabaikan pengolahan limbah produksinya. Salah satu alasannya karena biaya pengolahan limbah mahal. Di sisi lain, tersebarnya lokasi industri TPT yang mempersulit kontrol pemerintah terhadap kepatuhan lingkungan. Sehingga, BKPM merekomendasikan perlu ada pembangunan fasilitas IPAL Terpadu dengan industri. Selain itu, dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk hijau

Keempat, biaya logistik yang mahal dan waktu logistik yang lama. Masalah logistik PTA (asam tereftalat murni) yang sulit dan mahal. BKPM merekomendasikan perlu penyederhanaan dalam pengurusan kegiatan ekspor impor. Optimalisasi data Pertukaran Data Elektronik (PDE). Pengembangan infrastruktur untuk menunjang industri. Insentif untuk usaha bisnis yang melakukan kegiatan ekspor. Perdagangan Bebas Daratan.

Kelima, soal energi yang tumpang tindih secara regulasi, tingginya biaya energi, regulasi yang tidak menentu, dan masih belum stabilnya ketersediaan listrik. Sehingga, diharapkan komitmen implementasi Perpres Nomor 40 Tahun 2016.

Keenam, sulitnya mencari SDM mumpuni untuk kebutuhan industri tekstil. Bahlil menyampailan optimalisasi program pemagangan berbasis kompetensi berdasarkan kebutuhan industri perlu dicanangkan dan pengingkatan kerjasama antara industri pendidikan dan industri tekstil.

Ketujuh, sulitnya pembiayaan dari bank karena dianggap sebagai industri beresiko tinggi. BKPM merekomendasikan usaha besar dapat bermitra dengan UMKM melalui penyertaan dalam rantai pasok barang atau jasa yang dibutuhkan oleh industri besar. Tidak lupa pula, pembiayaan bagi UMKM dalam pelaksanaan kemitraan dengan lembaga keuangan dan penjualan saham di pasar modal.

Kedelapan anggaran untuk kegiatan research and development (R&D)sangat terbatas serta revitalisasi mesin produksi yang mahal. Saran BKPM perlu ada insentif pemerintah untuk revitalisaso mesin produk, peningkatan kerja sama antar negata untuk mendukung program revitalisasi mesin, serta kerjasama antar negara untuk mendukung kegiatan R&D.

Di sisi lain, Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI) Ravi Shankar mengatakan pengusaha pada dasarnya berkomitmen untuk meningkatkan industri tekstil dari hulu ke hilir. Lagi-lagi harmonisasi antara pengusaha dan pemerintah belum terjadi. Harapannya daya saing dapat tercipta bila kedua belah pihak dapat menyelesaikan permasalahan dalam industri TPT.

“Sudah dibicarakan antara lain tentang kebijakan energi, Sumber Daya Manusia (SDM), lingkungan hidup, komersial, kepabean dan pajak, serta kepastian pasar. Suatu yang harus diharmonisasi bersama. Kami akan memberikan suatu rekomendasi kepada BKPM untuk bisa menjembatani. Ini dilakukan agar bisa ekspor dan domestik kita aman,” kata Ravi di Kantor BKPM, Rabu (11/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×