Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi volume LPG 3 kg sampai Mei mencapai 3,49 juta metrik ton (MTon) dan diperkirakan bakal mencapai 8,36 juta Mton hingga akhir 2025. Angka tersebut membengkak dari yang telah dipatok pada APBN 2025 sebesar 8,17 juta Mton.
"Kemudian untuk LPG, diusulkan volume LPG tahun 2026 (dalam RAPBN 2026) sebesar 8,31 juta Mton," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).
Baca Juga: Indonesia Tengah Jajaki Peningkatan Impor Minyak dan LPG dari AS
Saat ini, Indonesia hanya bisa memproduksi LPG sebanyak 1,2 - 1,3 juta ton, sedangkan kebutuhan LPG tahunan dapat mencapai 8 juta ton. Artinya kurang lebih 7 juta volume LPG Indonesia berasal dari impor.
Bahlil juga menyoroti tingginya anggaran negara untuk subsidi, yang mencapai Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun per tahun hanya untuk subsidi energi.
"Karena ini kan negara menghabiskan uang tidak sedikit, Rp 80 triliun - Rp 87 triliun per tahun untuk subsidi. Kalau harganya dinaikkan, dinaikkan, dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron," jelasnya.
Satu harga
Bahlil juga menyatakan pemerintah tengah menyiapkan perubahan dalam mekanisme penyaluran LPG tabung 3 kilogram. Salah satu yang tengah dibahas adalah penerapan skema satu harga LPG 3 kg secara nasional.
Pasalnya, selama ini perbedaan harga LPG subsidi di tingkat konsumen masih terjadi, terutama di daerah-daerah. Hal ini membuka celah bagi praktik penyelewengan dan memperbesar potensi kebocoran subsidi di lapangan.
Berdasarkan pemaparan, pemerintah sedang membahas revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 untuk memperkuat pengaturan distribusi dan harga LPG 3 kg.
"Ini untuk LPG, Perpresnya kami lagi bahas. Kita akan merubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi. Termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah, ini ada kemungkinan nanti kita dalam pembahasan, dalam perpres, kita tentukan aja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," kata Bahlil.
Baca Juga: Usulan RAPBN 2026: BBM Subsidi 19,05 Juta KL & LPG 3 Kg Sebesar 8,31 Juta Metrik Ton
Di sisi lain, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, ada tren pembengkakan realisasi subsidi LPG 3 kg, terutama disebabkan faktor masyarakat menengah makin bergeser untuk beli LPG bersubsidi.
Menurut Bhima, tekanan ekonomi dan disparitas harga yang terlalu lebar antara LPG subsidi dan non-subsidi menjadi alasannya. Implikasinya ke beban subsidi di APBN tahun depan makin besar, dan memakan porsi anggaran belanja lain.
"Memang masalah utama ada di distribusi yang terbuka, belum ada perubahan signifikan sehingga subsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat yang lebih mampu," kata Bhima kepada Kontan, Rabu (2/7).
Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki menilai realisasi subsidi Lpg 3 kg akan membengkak jika subsidi tersebut memang tidak bisa di kontrol.
Menurut Yayan, ada kesulitan jika menggunakan universal subsidy seperti yang dilakukan saat ini. Pemerintah agak sulit melakukan intervensi ini jika tidak menawarkan reformasi subsidi yang efektif.
"Karena LPG’s demand ini sangat kuat. Dan bisnis prosesnya harus diperbaiki terutama yang mistargeted-nya," tandasnya kepada Kontan, Rabu (2/7).
Selanjutnya: Indonesia Tengah Jajaki Peningkatan Impor Minyak dan LPG dari AS
Menarik Dibaca: Ini 5 Alasan Kenapa Kamu Perlu Proteksi Kehidupan Sejak Dini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News