Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus menambah anggaran ketahanan pangan untuk mendukung target swasembada. Namun meski anggaran terus bertambah, swasembada pangan dinilai masih sulit dicapai dalam 5 tahun ke depan.
Pada tahun 2025, anggaran ketahanan pangan tercatat sebesar Rp 155,5 triliun, lalu untuk 2026 naik menjadi Rp 164,4 triliun. Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai peningkatan anggaran ini belum sepenuhnya efektif.
Itu terlihat salah satunya dari subsektor tanaman pangan yang anjlok 6% secara tahunan pada kuartal II-2025. Padahal, pemerintah sudah mengalokasikan dana besar untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), yakni sebesar Rp 71 triliun tahun ini.
“Masih ada diskoneksi, karena MBG belum mampu mengangkat sektor tanaman pangan. Seharusnya kalau kebutuhan pangan naik, produksinya juga ikut terdorong, bukan malah turun,” jelas Bhima kepada Kontan, Jumat (15/8/2025).
Baca Juga: Dorong Swasembada Pangan, Kementan Pastikan Inpres P2SDN Sudah Dirancang
Ia turut menyoroti program food estate yang digarap melalui Agrinas Pangan Nusantara di atas lahan 425 ribu hektare. Namun, menurutnya, proyek tersebut banyak menghadapi masalah teknis, mulai dari kesesuaian lahan hingga minimnya dukungan SDM dan teknologi.
Dengan fakta itu, ia menilai peningkatan anggaran bukan solusi relevan. “Masalah kita bukan hanya keberpihakan anggaran, tapi implementasi teknisnya yang belum jelas,” tegasnya.
Bhima menilai anggaran ketahanan pangan yang ada memang tak cukup untuk mengejar swasembada pangan yang ideal. Namun, dengan dana yang ada, ia menilai pemerintah perlu mengarahkannya sesuai kebutuhan.
Misalnya, infrastruktur pertanian seperti irigasi yang masih butuh dukungan besar. Namun, persoalan lain muncul dari turunnya transfer ke daerah lebih dari 20% pada anggaran 2026, yang membuat sinkronisasi anggaran pusat dan daerah tidak berjalan optimal. “Padahal, irigasi dan program ketahanan pangan di daerah sangat bergantung pada APBD,” sebut Bhima.
Baca Juga: Kejar Target Swasembada Pangan, Mentan Minta Anggaran Ditambah Jadi Rp 44,67 Triliun
Ia menilai ada beberapa prioritas yang seharusnya didahulukan pemerintah, di antaranya intensifikasi pertanian dengan dukungan teknologi tepat guna, pemangkasan rantai distribusi logistik agar petani mendapat nilai tambah, pemberian subsidi pupuk yang lebih efektif, serta regenerasi petani muda.
Bhima juga menekankan pentingnya pengurangan impor pangan. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada impor sejumlah komoditas strategis, sementara swasembada difokuskan hanya pada beras dan jagung.
Meski begitu, Bhima mengakui tidak semua komoditas bisa diproduksi di dalam negeri. Gandum dan bawang putih, misalnya, tetap harus diimpor karena keterbatasan iklim dan lahan. “Kalau beras kita harus bisa penuhi sendiri. Tapi untuk gandum dan bawang putih, memang realistisnya masih bergantung impor,” katanya.
Secara keseluruhan ia menilai target swasembada dalam lima tahun ke depan masih sulit dicapai. “Kondisinya sekarang masih butuh waktu lebih lama, karena sektor pertanian sudah lama tidak mendapatkan perhatian serius. Anggaran yang besar saja tidak cukup jika koordinasi pemerintah pusat, daerah, dan instansi terkait tidak berjalan,” pungkasnya.
Baca Juga: Sudah Impor 25.000 Sapi, Ini Update Program Swasembada Susu dan Daging Prabowo
Selanjutnya: Pemerintah Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Tahun Depan, Ekonom Beberkan Tantangannya
Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News