Reporter: Muhammad Julian | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pengendalian penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite masih terus bergulir. Sementara aturan finalnya masih digodok, kajian sementara mengarah pada rencana larangan pembelian Pertalite bagi mobil dengan klasifikasi 2.000 cc ke atas.
Jika kriteria ini jadi diberlakukan, masih ada kesempatan bagi kendaraan-kendaraan roda empat di bawah 2.000 cc untuk mengkonsumsi BBM yang harganya disubsidi oleh pemerintah itu.
Pengamat Otomotif, Bebin Djuana menilai, larangan penyaluran Pertalite untuk mobil-mobil di atas 2.000 cc bisa memacu permintaan segmen produk Low Cost Green Car (LCGC) yang umumnya memiliki spesifikasi di bawah 2.000 cc.
“Kendaraan LCGC ini sepertinya dapat angin segar. Bagi pembeli yang mengambil keputusan berdasarkan emosional saja, konsumen bisa saja segera memutuskan mengambil LCGC (kalau ada larangan Pertalite bagi mobil 2.000 cc ke atas),” tutur Bebin kepada Kontan.co.id Rabu (29/6).
Baca Juga: Ada Larangan HP di SPBU, Pertamina: Tak Wajib Pakai MyPertamina, Bisa QR Code
Dengan katalis ini, Bebin memperkirakan ceruk pasar LCGC dalam pasar kendaraan roda empat di dalam negeri bisa saja membesar. Bebin tidak merinci berapa potensi kenaikan pangsa pasar atau market share yang bisa terjadi seturut larangan pembelian Pertalite bagi pengguna mobil 2.000 cc ke atas jika kebijakan ini jadi diterapkan.
Namun, ia memperkirakan, hitungan volume penjualan kendaraan LCGC bisa meningkat signifikan, yakni setidaknya sekitar 20% atau lebih.
“Jadi 20% itu bukan dari total market, tapi dari marketnya (volume permintaan) dia (LCGC), jadi kalau tadinya LCGC-nya 100 unit bisa jadi 120 unit, kan lumayan besar,” tutur Bebin.
Berbeda, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menilai, wacana larangan pembelian Pertalite bagi mobil 2.000 cc ke atas tidak akan memiliki pengaruh bagi permintaan kendaraan roda empat segmen LCGC.
Kukuh menuturkan, LCGC sejatinya didesain sebagai kendaraan ramah lingkungan dengan standar emisi yang lebih tinggi. Dengan harganya yang bisa di atas Rp 100 juta, Kukuh meyakini bahwa pengguna LCGC merupakan konsumen dengan visi pemikiran jangka panjang yang memiliki kesadaran untuk memilih bahan bakar minyak yang lebih ramah lingkungan.
“Mereka sudah mampu beli kendaraan kan ini bukan barang murah, LCGC katakanlah di atas Rp 100 juta, orang yang membeli itu kan pemikirannya panjang,” kata Kukuh.
Baca Juga: Pembatasan Pertalite Harus Menyeluruh Untuk Dukung Pengembangan Kendaraan Listrik
Sedikit informasi, pangsa pasar segmen LCGC mencapai di atas 10% dalam total pasar mobil nasional. Data terkini Gaikindo menunjukkan, penjualan ritel LCGC sepanjang Januari-Mei 2022 berjumlah 62.327 unit atau setara 15,7% dari realisasi total penjualan ritel nasional periode Januari-Mei 2022 yang mencapai 381.677 unit.
Saat ini, aturan pengendalian penyaluran kriteria Pertalite, termasuk kriteria target penggunanya masih digodok dan difinalisasi. Artinya, belum ada aturan produk hukum resmi yang menetapkan larangan konsumsi Pertalite bagi mobil 2.000 cc ke atas.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, Kamis (23/6) lalu, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Erika Retnowati menuturkan pihaknya berharap aturan pembelian Pertalite bisa diimplementasikan Agustus atau paling lambat September 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News