Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto menilai, pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan tentang akuisisi PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) oleh PT Pertamina (Persero) atau anak usahanya PT Pertagas, telah membuat harga saham emiten berkode PGAS itu terjun bebas.
Saham PGAS makin menukik sejak isu akuisisi itu mencuat pada Oktober tahun lalu. Pada Oktober tahun lalu harga saham PGN sebesar Rp 5.450 dan pada akhir pekan lalu turun menjadi Rp 4350. Nilai kapitalisasi saham PGN pun terpangkas hingga Rp 25 triliun. Sebagai pemegang saham mayoritas (57%), pemerintah menderita kerugian hampir Rp 15 triliun.
Alhasil, Airlangga menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan penurunan tajam saham itu. “Ini operasi pasar agar ada pihak yang memperoleh keuntungan,” ujar Airlangga dalam pernyataannya, Senin (20/1).
Dia menegaskan, pernyataan Dahlan yang berulang kali menegaskan soal akuisisi, sementara hingga saat ini tak kunjung terjadi, bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Pihak tertentu itu, tegas Airlangga, jelas hanya diketahui oleh Dahlan. “Statement itu pasti bisa dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan. Kan, tanpa statement Dahlan itu harga saham PGN mahal, dengan statement itu harga saham jadi murah,” tegas pria yang juga menjabat ketua Komisi VI DPR, ini.
Padahal, dari pernyataan Dahlan, tak hanya pemerintah selaku pemegang saham mayoritas yang dirugikan, karena pemegang saham minoritas juga dirugikan. “Statement pemilik mayoritas merugikan pemilik minoritas. Meski juga harus diakui pemilik mayoritas juga rugi. Ini market making yang cukup unik,” kata dia.
Disinggung soal aturan tegas bahwa para pihak yang bertindak market making atau pengkondisian pasar bisa ditindak, baik perdata maupun pidana, Airlangga menegaskan hal itu diatur. Namun kembali lagi, apakah regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berani menindak.
“Berani tidak OJK mengambil tindakan dari pernyataan yang merugikan pemilik saham? Sudah jelas dalam dalam kasus ini dua-duanya rugi, saham pengendali dan minoritas,” ujar Airlangga.
Dia menjelaskan, tidak pernah ada di bursa kasus seperti PGN ketika pemilik saham sama-sama dirugikan. Yang selama ini ada, pemilik saham mayoritas kemudian membuat pernyataan yang membikin pemilik saham minoritas merugi. “Kasus model seperti ini belum pernah ada di bursa, ini market making, mungkin istilahnya state of art," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News