kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

AIKI: Penurunan harga kakao masih wajar


Senin, 14 November 2016 / 19:18 WIB
AIKI: Penurunan harga kakao masih wajar


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Tingginya curah hujan membuat harga jual kakao menyusut. Menurut data Bloomberg, harga salah satu komoditas andalan Indonesia ini di pasar berjangka ICE Futures New York untuk pengiriman Maret 2017 tercatat sebesar US$ 2.471 per metrik ton (MT). Harga tersebut  di bawah harga ideal kakao yang dipatok US$ 3000 per MT.

Pieter Jasman Ketua Umum, Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menilai, harga kakao saat ini masih normal. Penurunan harga tidak separah tahun-tahun sebelumnya. "Bila dilihat tiga tahun ke belakang, harga kakao bahkan sempat berada di kisaran US$ 2.000 an per MT," katanya pada KONTAN, Senin (14/11).

Harga kakao saat ini dianggap ideal untuk kalangan industri dan petani. Pasalnya, keduanya sama-sama mendapatkan untung, industri membeli dengan harga yang tidak terlalu mahal dan petani pun masih bisa mendapatkan untung. Bila harga terlalu tinggi, ditakutkan konsumsi kakao bakal turun.

Arief Zamroni, Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) menilai, penurunan harga kakao sudah menjadi siklus tahunan di akhir tahun. Untuk dikalangan petani, harga kakao masih di atas Rp 25.000 per kg. 

Menurut Arief, harga kakao dalam negeri tidak akan turun drastis karena hasil produksi kakao dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan industri. Asal tahu saja, sepanjang tahun total produksi kakao hanya mencapai sekitar 650.000 ton. Sedangkan total kebutuhan industri sebesar 800.000 ton.

Arief mengaku, penurunan harga kakao disebabkan kualitas kakao saat ini menurun lantaran tingginya curah hujan. Sehingga, biji kakao tidak dapat tumbuh maksimal, proses pengeringan tidak sempurna, serta mudah berjamur. Meski begitu, seluruh hasil produksi kakao dalam negeri pasti akan terserap habis oleh pasar.

Pelaku industri lebih khawatir dengan produksi kakao dalam negeri yang masih belum bisa memenuhi kebutuhan industri sehingga mau tidak mau mereka harus mengimpor biji kakao. Pieter mengaku sebenarnya industri kurang suka untuk mengimpor biji kakao karena mereka dikenakan biaya bea masuk sekitar 5%-6%. Sehingga, bila memaksakan harga jual produk olahan mereka akan kalah dengan produk cokelat olahan impor yang marak di dalam negeri.

Sekadar informasi, sepanjang tahun 2015 lalu total impor kakao sebesar 53.000 ton. Makanya, untuk meningkatkan produktivitas kakao dalam negeri, para petani harus melakukan peremajaan tanaman. Untuk usaha ini, pemerintah juga diharapkan mendukung para petani dengan memberikan pendampingan atau insentif lainnya.

Pieter mengaku saat ini produktivitas lahan kakao petani hanya 500 ton per hektare. Bila usaha peremajaan berhasil, produksi petani dapat naik menjadi 2 ton per hektare.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×