Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional Dr Mego Pinandito mengatakan bahwa program PTBg yang dilakukan PTPN V bersama BRIN merupakan terobosan konteks teknologi dalam isu lingkungan.
Lebih luas, dia berharap keberadaan yang memanfaatkan limbah menjadi energi listrik maupun gas dapat membantu menggerakkan sirkular ekonomi dan menekan pencemaran tanah maupun udara.
"Meningkatkan pembangunan ekonomi lebih hijau. Kita ingin waste itu jadi nol atau zero waste dalam konteks riset dan inovasi menuju Indonesia maju 2045 BRIN akan berperan penting dalam pemanfaatan teknologi dan riset lebih kuat," paparnya.
Melengkapi Mego, Chief Executive Officer PTPN V Jatmiko Santosa mengatakan pembangunan PTBg tersebut sejalan dengan program reduksi emisi perusahaan, untuk mengurangi potensi gas rumah kaca dalam satu siklus budidaya perkebunan mulai dari pengambilan raw material, proses produksi, hingga pengelolaan limbah.
"Sejalan dengan grand strategy perusahaan untuk menghasilkan produk βsustainable plus palm oilβ yang mulai diimplementasikan sejak 2019, upaya dekarbonisasi menjadi salah satu program yang terus kita akselerasi,β katanya.
PTPN V kini menjadi perusahaan perkebunan milik negara terbesar yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) melalui pengelolaan pengelolaan limbah cair atau palm oil mill effluent atau POME.
Baca Juga: Pertamina NRE perbesar kontribusi pengembangan EBT
Hingga kini, tercatat lima dari 12 pabrik kelapa sawit (PKS) PTPN V telah memiliki pembangkit biogas. Dan diharapkan pada awal tahun depan dapat bertambah satu melalui operasional Biogas Co-firing di Rokan Hulu.
Perusahaan negara yang memproduksi crude palm oil, palm kernel oil, dan palm kernel meal itu mulai membangun pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) pertama di unit kebun PKS Tandun, Rokan Hulu, Provinsi Riau. Pembangkit pertama di PTPN Grup tersebut mengkonversi limbah cair sawit atau palm oil mill effluent (POME) menjadi listrik berkapasitas 1,6 MW.
Selain menghemat biaya penggunaan bahan bakar fosil hingga Rp5,8 miliar per tahun, PLTBg tersebut juga turut menekan angka ambang batas rumah kaca mencapai 358,18 CO2eq atau jauh di bawah standar angka yang biasanya dimintakan oleh pembeli minyak sawit di 1.000 CO2eq.
Selanjutnya pembangkit kedua ada di PKS Terantam berkapasitas 0,7 MW hasil kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang saat ini berada di bawah BRIN. Keberadaan PLTBg Terantam menekan biaya produksi hingga Rp2,4 miliar per tahun. Selain itu, PLTBg Terantam juga berkontribusi menekan angka gas rumah kaca sebesar 352,45 CO2Eq.
Jatmiko menuturkan, pada fasilitas PLTBG Terantam ini pula, telah dibangun pilot project Bio-methane Compressed Natural Gas/Bio-CNG yang mampu memurnikan methane sehingga hasilnya cocok untuk kendaraan ataupun gas rumah tangga. βIni adalah salah satu bentuk komitmen kita untuk terus mendukung program pemerintah menuju net zero emissions," ujar Jatmiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News