Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah platform e-commerce besar seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop mulai mengenakan biaya pemrosesan order Rp1.250 per transaksi, berlaku untuk setiap pesanan yang selesai tanpa memandang jumlah produk. Kebijakan ini bertujuan menjaga keberlanjutan bisnis di tengah persaingan ketat, kenaikan biaya logistik, regulasi baru, dan berkurangnya pendanaan eksternal.
Shopee menerapkan biaya ini sejak 20 Juli 2025, disusul Tokopedia dan TikTok Shop pada 11 Agustus 2025. Meski nominalnya kecil, langkah ini menambah beban bagi UMKM yang mengandalkan platform digital sebagai kanal penjualan utama.
Sekjen Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menjelaskan, kebijakan tersebut adalah bentuk respons atas dinamika yang terjadi di sektor digital. “Industri e-commerce menghadapi tekanan biaya logistik, persaingan ketat, dan keterbatasan pendanaan eksternal. Setiap platform memiliki pertimbangan bisnis masing-masing,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (11/8).
Baca Juga: Transaksi E-Commerce Tahun Ini Diprediksi Cuma Naik 0,2%-0,5%
Dia bilang, penurunan pendanaan global memaksa platform mencari sumber pendapatan baru. Dana dari biaya ini difokuskan untuk mendukung operasional logistik, dari pengiriman, perluasan jangkauan, hingga efisiensi distribusi, guna memastikan layanan tetap optimal.
Budi menegaskan, meski UMKM sensitif terhadap biaya tambahan, tarif ini sebanding dengan fasilitas yang diperoleh seperti akses pasar lebih luas, dukungan promosi, dan layanan logistik. Namun, ia menekankan pentingnya transparansi platform, edukasi yang memadai bagi penjual, serta upaya menjaga pertumbuhan dan daya saing sehat UMKM di ekosistem digital.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, mengatakan bahwa platform memiliki kewenangan menarik biaya dari penjual, namun mengingatkan perlunya perhatian khusus bagi UMKM.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menilai kebijakan biaya pemrosesan order akan diikuti seluruh platform sebagai strategi mempercepat profitabilitas. Menurutnya, fokus bisnis kini bergeser dari sekadar valuasi menuju keuntungan per layanan, sehingga ke depan lebih banyak biaya dibebankan ke penjual, bahkan mungkin juga ke pembeli.
Baca Juga: Penjual di Marketplace Terkena Biaya Tambahan
Biaya tambahan ini berpotensi mendorong penjual menaikkan harga, meski dampaknya terhadap permintaan diperkirakan terbatas. Nailul memprediksi pola diskon juga akan berubah, lebih mengarah ke pembelian multiproduk agar konsumen mendapat potongan harga.
Ia menyoroti tantangan regulasi, seperti kewajiban platform memungut pajak 0,5% dari penjualan UMKM beromzet Rp500 juta–Rp4,8 miliar per tahun. Tantangan terbesar adalah memetakan pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta karena sistemnya berbasis self-assessment melalui surat pernyataan.
Menuru Nailul, tanpa integrasi data antarfplatform, misalnya menggunakan NIB atau NIK, risiko penghindaran pajak akan tinggi.
CELIOS memperkirakan, dengan tantangan ini, pertumbuhan e-commerce pada 2025 hanya sekitar 2%.
Selanjutnya: Cek Harga Mobil Listrik BYD M6, Spesifikasi, Varian, dan Pesaing di Kelasnya
Menarik Dibaca: Ini Cara BCA Dukung Sertifikasi Halal Untuk Pelaku UMKM, Yuk Ikut!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News