Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Ekonom Indonesia menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Aliansi ini terdiri dari 400 ekonom yang melansir pernyataan sikap “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” yang dirilis pada Selasa (9/9/2025).
Pernyataan tersebut antara lain berisi desakan agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan pelonggaran kebijakan TKDN pada sektor yang belum memiliki pemasok lokal berkualitas, serta pembinaan pada industri lokal dengan memperkuat investasi Sumber Daya Manusia (SDM), transfer teknologi, dan pembangunan infrastruktur.
Aliansi Ekonom Indonesia menyampaikan bahwa kebijakan TKDN yang kaku berdampak terhadap kenaikan biaya produksi dan belum menghasilkan produk berkualitas sehingga menghilangkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kebijakan TKDN yang kaku juga memunculkan celah korupsi dalam proses perizinan dan pengadaan.
Selain itu, Aliansi Ekonom Indonesia membeberkan dampak penerapan kebijakan TKDN terhadap iklim investasi, harga produk di tingkat konsumen, daya saing industri, alokasi sumber daya, potensi pelanggaran aturan WTO, perdagangan internasional Indonesia, dan akses Indonesia pada pasar global.
Baca Juga: Kemenperin Tagih BYD&Merek Lain Produksi Mobil Listrik di Indonesia, Minimal TKDN 40%
Aliansi ini juga merujuk penelitian ERIA (2023) dan CSIS (2023) yang menggambarkan dampak peneranan TKDN yang memperburuk iklim investasi, menurunkan produktivitas industri, membebani konsumen dengan harga lebih mahal, menurunkan daya saing industri, dan memicu distorsi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun merespons sorotan Aliansi Ekonom Indonesia tersebut.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief mengatakan bahwa Kemenperin telah melakukan apa yang menjadi tuntutan para ekonom tersebut, melalui reformasi kebijakan TKDN.
Reformasi TKDN terutama ditujukan pada tata cara perhitungan skor TKDN yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat. Febri juga mengklaim bahwa kebijakan TKDN ini tidak kaku, sebagaimana yang menjadi sorotan dari aliansi ekonom.
"Kemenperin sudah mengevaluasi dan mereformasi kebijakan TKDN. Evaluasi dan reformasi didasarkan pada suara publik, industri, investor, ekonom dan semua yang terlibat dalam ekosistem industri terutama industri yang memproduksi produk ber-TKDN," ungkap Febri dalam rilis yang disiarkan Rabu (10/9).
Hasil reformasi tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (RPermenperin) tentang Tata Cara Perhitungan TKDN.
Febri mengkalim, Permenperin ini memperhatikan kebutuhan dan kepentingan industri lokal, terutama Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam memperoleh sertifikat TKDN.
"Sehingga bisa meningkatkan daya saing perusahaan industri dan produknya, menyerap tenaga kerja lebih besar, mendatangkan investasi dari dalam dan luar negeri dan yang paling penting memperkuat ekosistem dan rantai pasok industri dalam negeri,” imbuh Febri.
Pokok-pokok Reformasi TKDN
Febri menjelaskan, Kemenperin menempuh langkah reformasi TKDN karena regulasi lama yang sudah berlaku lebih dari satu dekade perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan industri dalam negeri saat ini.
Terutama merespons permintaan domestik yang berasal dari kebutuhan pemerintah atau kebutuhan rumah tangga atas produk manufaktur tertentu.
Baca Juga: Pengusaha TIK Lokal Cemas Wacana Penghapusan TKDN untuk Produk AS
Reformasi TKDN dilakukan dengan penekanan pada prinsip murah, mudah, cepat, dan berbasis insentif.
“Jika dahulu proses sertifikasi bisa memakan waktu lebih dari 20 hari kerja dengan biaya relatif tinggi, kini lewat skema baru, sertifikasi bisa selesai hanya dalam 10 hari kerja. Untuk industri kecil, bahkan cukup tiga hari melalui mekanisme self declare,” ungkap Febri.
Reformasi ini juga menghadirkan insentif tambahan, seperti nilai TKDN minimal 25% bagi perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal, hingga tambahan 20% bagi yang melakukan riset dan pengembangan. “Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” imbuh Febri.
Melalui reformasi TKDN, Febri mengatakan bahwa Kemenperin memberi perhatian khusus bagi pelaku IKM. Dengan begitu, pelaku IKM kini bisa mendapat kemudahan dalam pengajuan sertifikasi TKDN, termasuk dengan skema self declare yang berlaku selama lima tahun.
“Dengan metode self declare, IKM bisa lebih cepat memperoleh sertifikat TKDN dengan biaya yang sangat ringan, bahkan dapat mencapai nilai TKDN lebih dari 40% tanpa kerumitan administrasi seperti sebelumnya. Ini adalah bentuk afirmasi agar IKM bisa sejajar dengan industri menengah dan besar,” tutur Febri.
Selain itu, informasi nilai TKDN juga kini lebih transparan karena dapat diakses melalui label dan kemasan produk. Langkah ini mempermudah konsumen maupun lembaga pemerintah dalam memastikan produk IKM berdaya saing dan memenuhi syarat pengadaan barang dan jasa.
Baca Juga: Implementasi TKDN Sektor Ini Dinilai Butuh Pengawasan Ketat
“Harapan kami, semakin banyak IKM yang memanfaatkan fasilitas ini, sehingga produk mereka tidak hanya kompetitif di pasar lokal, tetapi juga mampu menembus rantai pasok industri skala besar,” tambah Febri.
Febri juga merespons sorotan mengenai TKDN sektoral, seperti TKDN untuk produk handphone, komputer genggan, dan tablet (HKT), yang dinilai kaku dan menghambat investasi.
Dia menegaskan bahwa Kemenperin hanya membuat kebijakan tata cara perhitungan dan pemenuhan TKDN pada produk sektor yang Threshold TKDN-nya telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga lain.
Regulasi tata cara perhitungan TKDN tersebut juga menyesuaikan kebutuhan dan kepentingan industri dan investor pada sektor tersebut. Bahkan, imbuh Febri, investor asing terutama investor atau pebisnis yang belum bisa membangun fasilitas produksi di Indonesia mengharapkan kebijakan TKDN sektoral tersebut tetap diberlakukan.
"Alasan mereka, kebijakan TKDN sektoral membantu mereka dalam persaingan dipasar domestik. Jadi, kebijakan TKDN sektoral terutama bagi produk industri dalam negeri yang menyasar atau memenuhi kebutuhan rumah tangga dan swasta juga mereka harapkan tetap dipertahankan. Kami juga sudah mengevaluasi dan memperbaiki kualitas regulasi tersebut dalam reformasi kebijakan TKDN ,” ujar Febri.
Dia melanjutkan, reformasi TKDN lahir dari hasil evaluasi berbagai kendala yang selama ini dihadapi pelaku usaha, mulai dari tingginya biaya pengurusan sertifikat, masa berlaku yang terlalu singkat, hingga fenomena TKDN washing oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, proses sertifikasi dilakukan secara digital sehingga meminimalisir kontak antara pelaksana verifikasi dan pemohon sertifikasi TKDN.
Baca Juga: Menko Airlangga: Kebijakan Bebas TKDN Tak Berlaku untuk Seluruh Produk AS
“Lewat regulasi baru, sertifikat TKDN kini berlaku hingga lima tahun dengan mekanisme pengawasan lebih ketat. Kami juga membentuk Tim Pengawas di bawah Inspektorat Jenderal untuk memastikan tidak ada lagi praktik manipulasi sertifikasi, kecurangan yang menjadi celah korupsi, baik oleh pelaku usaha maupun lembaga verifikasi,” jelas Febri.
Febri menegaskan, langkah reformasi ini sejalan dengan arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menempatkan TKDN sebagai pilar penting dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. “Reformasi TKDN adalah bagian dari paket deregulasi ekonomi untuk memperkuat fondasi industri dalam negeri,” tuturnya.
Kemenperin akan terus mensosialisasikan manfaat TKDN, terutama kepada IKM agar semakin banyak produk lokal yang berdaya saing dan mampu mengisi kebutuhan pasar domestik maupun global.
“Setiap rupiah belanja negara yang diarahkan pada produk ber-TKDN akan kembali pada rakyat Indonesia, antara lain dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan industri, dan penguatan ekonomi nasional,” pungkas Febri.
Selanjutnya: Novo Nordisk PHK 9.000 Pekerjaan Untuk Hemat US$ 1,26 Miliar
Menarik Dibaca: Promo Es Krim Alfamart Periode 1-15 September 2025, Beli 1 Gratis 1 Joyday-Kaluli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News