Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Hingga detik ini, PT Amman Mineral Nusa Tenggara belum menyerahkan detail proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atawa smelter kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Rupanya, Amman masih menggelar pembicaraan intensif dengan PT Freeport Indonesia.
Dua perusahaan tersebut akan membangun smelter bersama-sama. "Kemungkinan kerja sama dengan Freeport bisa saja. Kami terbuka kerja sama dengan yang lain," kata Rachmat Makkasau, Presiden Direktur Amman Mineral kepada KONTAN, Jumat (2/6).
Saat ini, Amman masih fokus dengan proses pengembangan smelter. Seperti studi teknologi dan penyelesaian analisis dampak lingkungan (Amdal).
Ketika dikonfirmasi, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas enggan berbicara banyak perihal penjajakan kerja sama pembangunan fasilitas smelter dengan korporasi yang dulu bernama PT Newmont Nusa Tenggara. "Kami selalu ngobrol dengan Amman. Tapi kami juga belum tahu hasil negosiasi dengan pemerintah," katanya singkat kepada KONTAN, Jumat (2/6).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji menjelaskan, tidak ada larangan kerja sama dalam pembangunan smelter. Sebab, pemerintah tidak mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter sendirian. "Tapi belum ada laporan kerja sama itu. Regulasi membolehkan kerja sama dengan pihak lain dalam membangun smelter," ujar Teguh, kepada KONTAN, Minggu (4/6).
Ekspor dicabut
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah melayangkan surat kepada Amman Mineral agar secepatnya menyerahkan detail pembangunan smelter. Apabila sampai Oktober 2017 ini perincian pembangunan smelter tersebut belum diajukan, maka kegiatan ekspor konsentrat tembaga sebesar 675.000 wet metric ton akan dicabut.
Sejauh ini, menurut Rachmat, Amman sudah mempresentasikan kepada Kementerian ESDM mengenai dokumen kesiapan proyek smelter yang berkapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Investasi untuk pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian ini ditaksir mencapai US$ 1 miliar.
Rachmat menambahkan, Amman dan Kementerian ESDM sudah membicarakan tentang progres pembangunan smelter ini. Bahkan Menteri ESDM sudah meninjau lokasi smelter di tambang Batu Hijau. "Mereka sudah melihat site progression yang sudah jalan. Jadi pemerintah sudah melihat langsung progresnya," terang dia.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit menyebutkan, Amman memulai grounbreaking pembangunan smelter sejak akhir April kemarin. Namun, pihaknya masih menunggu rencana detail pembangunan smelter tersebut.
Bambang mengklaim, rencana detail merupakan tolok ukur kemajuan pembangunan smelter. Soalnya, kemajuan pembangunan smelter menjadi syarat utama perpanjangan izin ekspor konsentrat. Apabila dalam enam bulan kemajuan smelter belum mencapai 90% dari rencana kerja, maka izin ekspor akan dicabut.
Nah, waktu enam bulan itu dihitung sejak izin ekspor diberikan. Dalam hal ini, Amman mengantongi izin ekspor sejak pertengahan Februari 2017. "Rencana detail itu mereka sendiri yang tentukan. Kami tinggal mengevaluasi pencapaiannya seperti apa," tandas Bambang, kepada KONTAN, Minggu (4/6).
Ketentuan tersebut merujuk pada Peraturan Menteri ESDM No 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Dalam beleid itu, pemerintah memang melarang Kontrak Karya (KK) mengekspor konsentrat terhitung sejak 11 Januari 2017 lalu.
Apabila pemilik KK ingin tetap mendapat izin ekspor konsentrat, ia harus beralih menjadi IUPK. Pasalnya pemerintah masih mengizinkan IUPK untuk ekspor konsentrat selama lima tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News