Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. India dan Pakistan merupakan kawasan tujuan ekspor sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia yang sangat penting. Sekitar 25% (atau dengan volume 6-7 juta ton) dari total seluruh ekspor sawit Indonesia dan produk turunannya, dipasarkan ke kedua negara tersebut.
Namun, saat ini terdapat ketegangan antar dua negara ini. India dan Pakistan tengah berada di ambang konflik terbuka, setelah militer India menyerang jauh di dalam Pakistan pada dini hari tanggal 7 Mei 2025.
Merespons hal ini, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung. menilai konflik antara India dan Pakistan jika berkepanjangan akan berdampak pada perdagangan antar Indonesia dengan kedua negara ini bahkan dengan kawasan sekitarnya.
Baca Juga: Gapki: Ada Potensi Penurunan Ekspor CPO Imbas Perang India-Pakistan
India dan Pakistan ini juga menjadi pintu masuk perdagangan minyak sawit ke negara-negara sekitar seperti Bangladesh, Afganistan, Nepal, dan lainnya.
"Perkembangan geopolitik di berbagai kawasan termasuk geopolitik di kawasan Asia Kecil ini, menjadi salah satu ancaman baru yang dapat mendisrupsi rantai pasok barang global termasuk minyak sawit," ujar Tungkor kepada Kontan.co.id, Kamis (8/6).
Jika konflik ketegangan ini terus berlangsung, maka ada potensi rantai pasok minyak sawit global terganggu. Sehingga mengancam penurunan harga minyak sawit dunia.
"Jika 30% lebih, rantai pasok minyak sawit global terganggu akibat geopolitik di kawasan Asia Selatan tersebut, akan berdampak besar pada penurunan harga minyak sawit dunia," tambahnya.
Menurut Tungkot, food habits masyarakat kawasan Asia kecil yang menggunakan minyak sawit seperti vanasphati, ghee, goreng-gorengan, membuat minyak sawit banyak diperlukan di kawasan tersebut.
Baca Juga: Cisadane Sawit Raya (CSRA) Bakal Operasikan Pabrik Kelapa Sawit Ketiga
Hal ini ditambah lagi dengan berkembangnya Horeca (hotel, restoran, catering) makin memperbesar kebutuhan minyak sawit di kawasan ini.
Kawasan Asia Selatan tersebut merupakan salah satu kawasan dengan jumlah penduduk hampir 2 miliar orang yang merupakan pasar yang potensial bagi Indonesia.
Secara historis, sosial dan level perekonomian juga tidak terlalu berbeda jauh dari Indonesia.
Dengan potensi yang ada, Tungkot mengatakan jika Indonesia perlu lebih intensif membangun kerjasama perdagangan dengan kawasan Asia Selatan tersebut.
Baca Juga: Daya Tawar Bergengsi dari Produk Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
"Dari pada menghabiskan waktu dan energi melayani pasar EU dan USA yang rewel, banyak maunya, lebih baik berteman dengan sesama Asia yang lebih soulmate dalam banyak aspek," pungkasnya.
Selanjutnya: Saham Big Banks Kompak Memerah, Bank Mandiri Merosot Paling Dalam
Menarik Dibaca: DANA & Ant International Targetkan 5.000 UMKM Perempuan Belajar Bisnis hingga AI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News