kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   11.000   0,58%
  • USD/IDR 16.358   57,00   0,35%
  • IDX 7.287   95,00   1,32%
  • KOMPAS100 1.038   11,82   1,15%
  • LQ45 788   8,41   1,08%
  • ISSI 242   4,64   1,96%
  • IDX30 408   5,59   1,39%
  • IDXHIDIV20 466   2,70   0,58%
  • IDX80 117   1,36   1,18%
  • IDXV30 118   0,01   0,01%
  • IDXQ30 130   1,58   1,23%

Anggota Komisi XII DPR Setuju RI Impor LNG, Ini Alasannya


Kamis, 17 Juli 2025 / 14:06 WIB
Anggota Komisi XII DPR Setuju RI Impor LNG, Ini Alasannya


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR RI buka suara soal opsi impor gas alam cair (LNG) di tengah kekhawatiran krisis pasokan gas domestik. Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan relaksasi impor LNG sebagai langkah darurat menjaga kelangsungan industri nasional.

Eddy menilai, saat ini yang paling dibutuhkan oleh pelaku usaha adalah kepastian pasokan gas, bukan sekadar harga murah.

“Untuk sementara sekarang ini, di tengah-tengah sekarang berkurangnya pasokan gas secara signifikan, diberikan keluasan agar kran import terutama untuk LNG itu bisa dibuka,” kata Eddy ditemui di Jakarta, Kamis (17/7).

Menurut Eddy, stabilitas pasokan energi sangat penting agar roda industri tetap berputar. Oleh sebab itu, DPR mendukung langkah pemerintah membuka opsi impor LNG, selama bertujuan menjaga operasional sektor industri yang tengah terancam kekurangan bahan bakar gas.

Baca Juga: Soal Wacana Impor LNG, Ini Respons Bos PGN

“Kita mendukung supaya tidak ada kegagalan dari sektor industri yang tidak bisa beroperasi akibat kekurangan gas. Nah kebijakan itu yang kita dukung,” tegasnya.

Eddy juga menekankan pentingnya strategi pembelian LNG dalam jangka panjang untuk menekan biaya impor.

Eddy menyarankan agar pemerintah dan pelaku usaha tidak hanya mengandalkan pembelian LNG secara spot, melainkan mulai merancang kontrak jangka satu tahun hingga lima tahun.

“Tetapi kedepannya tentu harga juga harus dipertimbangkan dan tadi sudah disampaikan juga di dalam pembicaraan jika kita bisa melakukan planning untuk membeli LNG, berkontrak LNG untuk jangka waktu yang lebih lama, satu tahun, tiga tahun, lima tahun, itu akan jauh lebih murah ketimbang kita kemudian membeli secara spot,” katanya.

Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), subholding gas PT Pertamina (Persero), belum mengambil keputusan final soal rencana impor liquefied natural gas (LNG) di tengah ancaman defisit pasokan gas nasional.

Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menegaskan, perusahaan tidak serta merta mendorong impor LNG sebagai solusi utama. Menurut dia, prioritas tetap diberikan pada optimalisasi pasokan gas dari dalam negeri.

“Saya enggak purely push harus impor-impor. Tapi saya mencoba mendapatkan LNG yang diproduksi dari domestik dulu. Itu dulu saja dulu ya,” kata Arief ditemui di Jakarta, Kamis (17/7).

Arief bilang Pertamina sebagai induk usaha PGN memiliki portofolio LNG dari luar negeri, termasuk dari Amerika Serikat. Namun, pasokan tersebut akan tetap dioptimalkan untuk kebutuhan domestik terlebih dahulu sebelum opsi impor dipilih.

“Nah itu nanti akan di inovasi ke PGN. Nah, saya berharap sih apa yang kita punya itu, kita bisa pakai di dalam. Saya enggak melulu harus izin import, harus import nanti saya menyalahi apa yang sudah jadi kebijakan ESDM,” tegasnya.

Sebelumnya, PGN memproyeksikan defisit pasokan gas akan meluas di sejumlah wilayah mulai 2025 hingga 2035. Penurunan pasokan ini terjadi akibat menurunnya produksi dari sejumlah wilayah kerja migas tua tanpa diimbangi oleh temuan cadangan gas baru yang signifikan.

Direktur Utama PGN Arief S. Handoko mengatakan, defisit gas bumi akan mulai dirasakan di wilayah Jawa Barat dan Sumatra bagian utara mulai tahun depan. Kekurangan pasokan diperkirakan makin dalam pada 2028, khususnya di Sumatra Utara.

“Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035, cenderung terjadi short gas di Sumatra bagian utara dan tengah ini turun sejak 2028. Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 shortage sampai ke 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd),” kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (28/4).

Tidak hanya itu, Arief bilang kekurangan pasokan gas bumi juga akan menjalar ke wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa bagian barat, dan Provinsi Lampung mulai 2035. Secara keseluruhan, PGN memperkirakan neraca gas nasional akan mengalami defisit yang terus meningkat hingga mencapai 513 MMscfd pada akhir 2035.

"Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan. Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kita, dari 2025 sampai ke 2035 shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 MMscfd," ujarnya.

Penyebab utama kondisi ini, menurut Arief, adalah menurunnya produksi dari lapangan-lapangan migas eksisting akibat penurunan alami (natural decline), sementara belum ada cadangan baru yang bisa menambal kekurangan tersebut secara signifikan.

“Ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” jelas Arief.

Baca Juga: Pemerintah Siap Impor LPG-LNG US$ 15,5 Miliar dari Amerika Serikat

Selanjutnya: Arsenal Incar Striker 17 Tahun Milik Salford City, Yakin Menjanjikan

Menarik Dibaca: Inilah Lirik Lagu This Is For TWICE dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×