Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Angkasa Pura II (AP II) terus mendorong bisnis non aeronautika dengan menjalankan strategi optimalisasi aset. Strategi tersebut telah berhasil mendorong pendapatan perusahaan dari konsesi, bisnis hotel dan lounge tahun 2022.
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, bisnis nin aeronautika didorong melalui tiga program yakni asset optimization program (brown field asset), asset scceleration program (asset under construction) dan asset utilization program (green field asset).
Transformasi bisnis yang dilakukan pengelola 20 bandara ini telah berhasil membawa perusahaan membukukan laba bersih Rp 91,9 miliat tahun lalu. Padahal saat pandemi, AP II merugi besar yakni Rp 2,43 triliun di tahun 2020 dan rugi Rp 3,79 triliun pada 2021.
Pemanfaatan aset dijalankan berhasil meningkatkan pendapatan dari konsesi tahun lalu sebesar 28% secara tahunan, dari bisnis hotel naik 71% dan bisnis lounge meroket 224%. Peningkatan pendapatan dari pemanfaatan aset ini berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan bisnis non-aeronautika yang mencapai Rp 4,26 triliun. Adapun pendapatan bisnis aeronautika mencapai Rp 4,14 triliun.
“AP II berhasil mengembangkan bisnis non-aeronautika, sebagaimana operator-operator bandara kelas dunia lainnya. Pendapatan terbesar saat ini berasal dari bisnis non-aeronautika sehingga tidak hanya bergantung pada jumlah penumpang pesawat. Ini membuat AP II dapat lebih tahan terhadap kondisi seperti pandemi yang berdampak pada penurunan lalu lintas penerbangan,” jelas Awaluddin dalam keterangan resminya, Senin (15/5).
Sepanjang 2022, AP II membukukan pendapatan Rp 8,41 triliun atau naik 54,55% dibandingkan 2021. Naiknya pendapatan ini membawa AP II mencetak laba usaha Rp 934,11 miliar pada 2022 dari sebelumnya rugi Rp 2,52 triliun pada 2021.
Ekonom dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto memandang bisnis non-aeronautika memang dapat menjadi kunci sumber pendapatan bagi operator bandara terlebih saat jumlah penumpang pesawat mengalami penurunan tajam seperti di tengah pandemi ini.
Menurutnya, sudah tepat jika AP II fokus mengejar non-aeronautika pada saat pandemi. Dia berharap program transformasi AP II selanjutnya juga bisa fokuskan ke sektor non-aeronautika.
Dia mengatakan bisnis non-aeronautika sudah seharusnya dikembangkan oleh para operator bandara. “Bisnis non-aero adalah strategi yang seharusnya sudah dikembangkan Angkasa Pura sejak masa lalu. Cuma memang kontribusi bisnis ini ke total pendapatan AP, baik di AP I maupun AP II selama beberapa tahun terakhir belum optimal.”
Toto menuturkan tidak optimalnya bisnis non-aeronautika membuat operator bandara kesulitan saat menghadapi situasi seperti pandemi, dan menyebabkan operator bandara mengalami kerugian. Selain pemanfaatan aset, sumber bisnis non-aeronautika bisa berasal dari beragam lini bisnis semisal logistik atau kargo.
Sementara pengamat penerbangan serta praktisi dan konsultan di industri aviasi Gerry Soejatman memandang kinerja AP II tak lepas dari langkah efisiensi di bandara-bandara yang dikelolanya, terutama di Bandara Soekarno-Hatta.
“Contoh di Soekarno-Hatta, Terminal 1 masih hanya 1A yang buka, 1B dan 1C masih belum dibuka untuk penerbangan berjadwal, dan kalau tidak salah Terminal 1A dibuka baru di akhir Kuartal II tahun 2022. Internasional pun hanya Terminal 3 selama pandemi dan Terminal 2F baru dibuka di akhir Kuartal II 2022,” ujar Gerry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News