Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah pusat tidak terburu-buru dalam menaikkan tarif royalti batubara untuk perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP).
Gabungan penambang batubara tersebut ngotot untuk dilibatkan dalam pembahasan rencana kenaikan tarif royalti yang akan diatur dalam revisi PP Nomor 9/2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk Mineral dan Batubara.
Bob Kamandanu, Ketua Umum APBI mengatakan, rencana kenaikan royalti dari 3% hingga 7% menjadi 13,5% dari harga jual tentu akan memberatkan pengusaha pemegang IUP. "Kami sudah berkali-kali menyampaikan ini, tapi tampaknya pemerintah belum mau mendengar kami," kata dia, dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (19/3).
Menurut Bob, sejatinya APBI sepakat untuk meningkatkan penerimaan negara lewat pengusahaan batubara. Namun, sekarang ini bukannya saat yang tepat untuk peningkatan royalti batubara khususnya bagi IUP.
Pasalnya saat ini harga jual batubara sedang mengalami penurunan menjadi sekitar US$ 72 per ton, seharusnya pemerintah menaikkan tarif royalti secara progresif setelah harga jual naik minimal US$ 100 per ton. "Sekarang, ratusan tambang IUP skala kecil sudah tutup, kalau royalti naik, bisa jadi seluruh IUP yang menyumbang 30% produksi nasional juga akan tutup," imbuh Bob.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News