Reporter: Dea Chadiza Syafina |
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) meragukan kebijakan Menteri Perdagangan dalam memenuhi kebutuhan gula kristal putih (GKP) sebagai konsumsi masyarakat di perbatasan. Apegti terutama memprotes jatah impor raw sugar sebesar 240.000 ton yang diberikan Kemdag kepada tiga importir.
Ketua Apegti Natsir Mansyur menguraikan, tiga perusahaan yang ditunjuk merupakan industri gula berbasis tebu dan bukan berbasis raw sugar. "Kalau begini sama saja malah memperbanyak industri gula rafinasi," ujar Natsir melalui keterangan tertullis pada Sabtu (25/5).
Persoalan lain, lanjut Natsir, adalah menyangkut jumlah kuota impor gula kristal putih untuk komsumsi masyarakat di perbatasan. Menurutnya, kuota yang dibuka Kemdag melebihi kebutuhan. Ia menghitung kebutuhan gula di perbatasan hanya 99.000 ton.
Oleh karena itu, Natsir meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengauditnya. Bahkan ia juga ingin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa masalah impor gula ini supaya tidak terjadi penyimpanan dan moral hazard.
"Ketiga perusahaan itu tidak berpengalaman dalam mengelola distribusi, biaya tranportasi, sarana pergudangan dll, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan gula diperbatasan," ungkap Natsir.
Ia menilai Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tidak menyelesaikan masalah dan cenderung cuci tangan terhadap pergulaan di wilayah perbatasan. Di sisi lain, pengusaha daerah setempat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gula di daerahnya, hanya saja terkendala oleh kebijakan pusat yang tidak berpihak terhadap mereka.
Natsir memaparkan, masalah pokok yang tidak tertangani adalah disparitas harga gula di Jawa dan wilayah perbatasan yang begitu tinggi. Harga gula dari Jawa mencapai Rp 14.500/kg. Harga ini berlaku, jika ada ketersediaan gula. Sementara, harga gula impor di perbatasan dari negara tetangga hanya Rp 9.500/kg. Tentu saja, konsumen akan membeli gula dengan harga yang lebih murah.
"Jika terus dibiarkan seperti ini, masalah penyelundupan gula di perbatasan akan tetap tinggi, dan pemerintah seolah melakukan pembiaran. Padahal potensi pendapatan negara dari pajak bea masuk hilang," kata Natsir.
Karena itu, lanjut Natsir, Apegti meminta kepada Kemendag agar masalah gula ini transparan. Apegti juga mempertanyakan kebijakan impor ini untuk kepentingan rakyat atau kepentingan kelompok tertentu.
"Masalah pergulaan ini sudah sering terjadi di Kemendag tapi tidak ada perbaikan. sangat disayangkan, kasus impor raw sugar saja oleh BUMN tahun lalu belum tuntas, ini buat lagi kebijakan yang sama" ucap Natsir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News