Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Yudho Winarto
Sebagai gambaran, saat ini Harmoni Panca Utama memiliki sepuluh kontrak jasa pertambangan yang terpusat di Kalimantan, tetapi dengan kondisi seperti sekarang lima kontrak di antaranya tutup sedangkan sisanya mengalami penurunan produksi.
"Bukannya kami tidak mau membayar pajak, tetapi kami ingin ada payung hukum yang jelas terkait pajak alat berat ini," kata Reni Purba selaku Industrial Relation & GA Manager Harmoni Panca Utama saat ditemui di tempat yang sama.
Dari ribuan unit alat berat yang dimiliki, kata Reni setengahnya terpaksa harus diistirahatkan. Selain itu perusahaan juga harus memberhentikan sekitar 50% karyawannya.
Selain pajak alat berat, Harmoni Panca Utama harus membayar pajak lainnya seperti pajak parkir di pelabuhan dan pajak air tanah. "40% dari total pengeluaran tetap kami, yang paling dominan untuk membayar pajak," terangnya.
Jika pajak ini dihilangkan, maka kata Reni beban pajaknya berkurang 10%. Sementara target penjualan alat berat di tahun ini mengalami penurunan 20-25% dibanding tahun lalu.
"Kami menargetkan bisa menjual 6.000 unit alat berat, tetapi mendekati semester I ini penjualannya belum sampai setengahnya," kata Ketua Umum Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI).
Dari penjualan alat berat itu, sektor konstruksi naik 40% sementara sektor pertambangan turun 50%. Makanya penjualan alat berat ini diarahkan untuk konstruksi.
Catatan Redaksi:
- Redaksi kami menerima surat klarifikasi atas nama Donatus E. Nugroho (Services & Relations ASPINDO). Isi lengkap surat tersebut bisa dibaca di sini
* Pada tulisan sebelumnya tertulis: "Padahal Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan keputusan Nomor 3 Tahun 2016 bahwa Alat berat bukan termasuk kendaraan bermotor." Bagian ini dan beberapa kesalahan penulisan nama ASPINDO di artikel sebelumnya sudah kami perbaiki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News