kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Apkasindo keluhkan terbitnya inpres moratorium perizinan lahan sawit


Kamis, 20 September 2018 / 21:04 WIB
Apkasindo keluhkan terbitnya inpres moratorium perizinan lahan sawit
ILUSTRASI. Perkebunan kelapa sawit


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. 

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menghargai Inpres tersebut namun menyayangkan potensi penundaan upaya perizinan dan evaluasi rakyat untuk mendapatkan keabsahan lahan sawit.

Gulat Manurung, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Apkasindo Riau menyatakan, kebijakan tersebut baik karena berupaya menyatukan data luasan lahan, batas wilayah dan kepemilikan petani. 

"Ini langkah yang sudah benar, tapi kebijakannya tidak urgent sekali karena sebaiknya upaya seperti ini disegerakan saja, tanpa ada penundaan," kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (20/9).

Sejumlah poin yang tertera dalam aturan yang ditandatangani pada 19 September itu menyatakan Menteri Koordinator diminta untuk melakukan koordinasi penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Kegiatan yang dilakukan adalah, meverifikasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, peta izin usaha perkebunan, dan hak guna usaha (HGU), menetapkan standar minimum kompilasi data.

Selain itu, juga ditugaskan untuk melakukan sinkronisasi Kebijakan Satu Peta terkait izin KL dengan pemda, izin usaha perkebunsn dengan HGU, dan keputusan penunjukan atau penetapan kawashutan HGU.

Sedangkan kepada KLHK, Inpres meminta untuk adanya penundaan pelepasan kawasn hutan untuk perkebunan sawit bagi pemohon baru, yang belum lengkapi syarat atau sudah lengkapi syarat tapi area berada di kawasan hutan produktif, dan bagi pemohon yang sudah dapat persetujuan prinsip tapi belum menata batas dan berada di kawasan hutan produktif.

Selain itu juga ada instruksi Gubernur daerah diminta untuk menunda penerbitan rekomendasi atau izin usaha perkebinan kelapa sawit dan izin buka lahan baru di kawasan hutan area tertentu.

Gulat menyatakan potensi penundaan keluarnya surat izin itu akan sangat mengecewakan petani rakyat yang telah berupaya untuk menambah lahan mereka. Ia menambahkan, daripada menunda, sebaiknya segera melakukan evaluasi yang benar dan memastikan baik pengusaha dan petani bekerja sesuai aturan dan perizinan yang ada.

Menurutnya, memang masih ada petani rakyat yang memiliki lahan di area Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas maupun Hutan Konversi. Tapi keadannya petani tersebut telah turun-temurun berada di lahan tersebut dan tidak memahami adanya perubahan tapal batas atau penentuan area tersebut tidak boleh jadi lahan sawit.

"Sosialisasi KLHK kurang, karena mereka kebanyakan sekadar menunjukkan area hutan dan tiba-tiba jadi dilindungi, wawancara dengan masyarakat juga minim sekali," katanya.

Oleh karenanya ia berharap pemerintah dapat terus mengkawal petani sawit rakyat agar mendapat kejelasan status lahan. Pasalnya dengan status lahan yang jelas, maka produk TBS petani rakyat dapat diterima lebih baik karena lepas dari stigma lahan lindung. Maka pabrik-pabrik yang berkomitmen dalam ketelusuran sawit.

Dalam perhitungannya di Riau ada 2,5 juta ha lahan sawit, milik rakyat sekitar 42% atau setara 1,15 juta ha. Dari angka itu sebanyak 76% berada di kawasan hutan yang artinya setara 798.000 ha. 

"Kalau ini tidak dicari solusi, maka akan mempengaruhi ekonomi RIau. kareana BI katakan 46% ekonomi Riau itu disebabkan oleh komoditas sawit," lanjutnya.

Tapi di sisi lain, ia mengapresiasi adanya kewajiban KLHK harus melakukan identifikasi dan melaksanakan ketentuan alokasi 20% untuk perkebunan rakyat atas pelepasan kawasan hutan dan perkebunan sawit. Hal ini menurutnya akan menambah porsi lahan sawit yang bisa digarap oleh petani rakyat.

Adapun terkait Inpres ini, Tofan Mahdi Ketua Bidang Komunikasi GAPKI menyatakan pihaknya telah menerima salinan tersebut. "Saat ini GAPKI masih mempelajari dan membahas secara internal isi dari Inpres tersebut dan akan melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×