Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .
Selain itu juga ada instruksi Gubernur daerah diminta untuk menunda penerbitan rekomendasi atau izin usaha perkebinan kelapa sawit dan izin buka lahan baru di kawasan hutan area tertentu.
Gulat menyatakan potensi penundaan keluarnya surat izin itu akan sangat mengecewakan petani rakyat yang telah berupaya untuk menambah lahan mereka. Ia menambahkan, daripada menunda, sebaiknya segera melakukan evaluasi yang benar dan memastikan baik pengusaha dan petani bekerja sesuai aturan dan perizinan yang ada.
Menurutnya, memang masih ada petani rakyat yang memiliki lahan di area Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas maupun Hutan Konversi. Tapi keadannya petani tersebut telah turun-temurun berada di lahan tersebut dan tidak memahami adanya perubahan tapal batas atau penentuan area tersebut tidak boleh jadi lahan sawit.
"Sosialisasi KLHK kurang, karena mereka kebanyakan sekadar menunjukkan area hutan dan tiba-tiba jadi dilindungi, wawancara dengan masyarakat juga minim sekali," katanya.
Oleh karenanya ia berharap pemerintah dapat terus mengkawal petani sawit rakyat agar mendapat kejelasan status lahan. Pasalnya dengan status lahan yang jelas, maka produk TBS petani rakyat dapat diterima lebih baik karena lepas dari stigma lahan lindung. Maka pabrik-pabrik yang berkomitmen dalam ketelusuran sawit.
Dalam perhitungannya di Riau ada 2,5 juta ha lahan sawit, milik rakyat sekitar 42% atau setara 1,15 juta ha. Dari angka itu sebanyak 76% berada di kawasan hutan yang artinya setara 798.000 ha.
"Kalau ini tidak dicari solusi, maka akan mempengaruhi ekonomi RIau. kareana BI katakan 46% ekonomi Riau itu disebabkan oleh komoditas sawit," lanjutnya.
Tapi di sisi lain, ia mengapresiasi adanya kewajiban KLHK harus melakukan identifikasi dan melaksanakan ketentuan alokasi 20% untuk perkebunan rakyat atas pelepasan kawasan hutan dan perkebunan sawit. Hal ini menurutnya akan menambah porsi lahan sawit yang bisa digarap oleh petani rakyat.
Adapun terkait Inpres ini, Tofan Mahdi Ketua Bidang Komunikasi GAPKI menyatakan pihaknya telah menerima salinan tersebut. "Saat ini GAPKI masih mempelajari dan membahas secara internal isi dari Inpres tersebut dan akan melakukan koordinasi dengan Kementerian terkait," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News