kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APLSI mengapresiasi bila ada pendanaan dari bursa untuk kembangkan energi terbarukan


Kamis, 11 Oktober 2018 / 19:59 WIB
APLSI mengapresiasi bila ada pendanaan dari bursa untuk kembangkan energi terbarukan
ILUSTRASI. ilustrasi energi listrik


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

“Pembiayaan EBT paling lama, membangun dua tahun, pembiayaan lima tahun. Jaminan proyek, nggak bisa. Kalau kreditnya macet, setidaknya akan dijual dalam waktu 10 tahun. Kalau ada ini (BOOT), kan jadi mikir-mikir,” jelasnya.

Riza menyebut, skema BOOT ini boleh saja asalkan menggunakan perhitungan harga pasar. Jika aturan ini tidak dibenahi, maka pembiayaan listrik EBT bisa tak menarik dari sisi tingkat pengembalian maupun resikonya.

Terlebih, menurut Riza, untuk bisa balik modal atau mengambil keuntungan dari PLTMH, dibutuhkan waktu selama 10-12 tahun. Soal besaran kapasitasnya, pada umumnya PLTMH sendiri dibagi menjadi dua kategori, yakni di bawah 10 Megawatt (MW) dan di atas 10 MW.

“Keuntungan investasi di sini kecil, dan baru setelah 10-12 tahun ada keuntungannya. Untuk ukuran, yak kecil di bawah 10 MW, dan yang besar di atas 10 MW, umumnya sampai 40 MW. Ada yang bisa 80 MW, tergantung debit air,” jelasnya.

Sementara untuk hitung-hitungan biaya, kata Riza, dibutuhkan sekitar US$ 2 juta per MW untuk membangun PLTMH kecil di bawah 10 MW. Karenanya, Riza sangat antusias jika nanti akan ada kemudahan untuk mencari pembiayaan melalui bursa. “Sangat bagus (kemudahan di bursa) itu kemudahan yang kita cari,” katanya.

Adapun, sebagai informasi, pemerintah telah menargetkan bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Sedangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027, kebutuhan tambahan pembangkit listrik yang menggunakan EBT mencapai 14.911 MW dari total 56.000 MW kebutuhan tambahan pembangkit pada periode tersebut.

Dari jumlah itu, tambahan dari PLTMH dipatok sebesar 811 MW. Sementara itu, menurut Riza, ada sekitar 450 MW yang tertunda penyelesaian pembiayaannya setelah keluarnya peraturan yang dipersoalkannya tersebut.

Sementara menurut Rizal Calvary, ada tak kurang dari 40 proyek IPP-EBT yang kesulitan pendanaan. “Ya, sekitar 40. Regulasi memang perlu dibenahi, agar harganya menarik, juga tak ada hambatan investasi khususnya di daerah agar bisa sinkron dengan kebijakan pusat,” tandas Rizal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×