kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,45   0,83%
  • KOMPAS100 1.107   11,93   1,09%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   1,25   0,57%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,59   1,05%
  • IDX80 127   1,36   1,08%
  • IDXV30 135   0,76   0,57%
  • IDXQ30 149   1,76   1,20%

APPBI: Penutupan Department Store Terkait dengan Tren Gaya Belanja Konsumen


Rabu, 10 Juli 2024 / 19:56 WIB
APPBI: Penutupan Department Store Terkait dengan Tren Gaya Belanja Konsumen
ILUSTRASI. Ilustrasi. APPBI: penyebab utama penutupan department store adalah adanya pergeseran perilaku konsumen.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penutupan usaha kategori department store di Indonesia terus meningkat seiring dengan perubahan tren gaya berbelanja masyarakat, terutama di kota-kota besar. 

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja ikut merespon beberapa department store terkemuka seperti Lotus Department Store, Centro Department Store, dan Golden Truly Department Store yang menghentikan operasionalnya secara permanen.

Menurut Widjaja, penyebab utama dari penutupan ini adalah pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih mengutamakan pengalaman berbelanja yang unik dan berkesan. 

"Masyarakat kota-kota besar semakin menuntut pengalaman berbelanja yang bukan sekadar transaksi, melainkan sebuah perjalanan atau 'customer journey' yang memuaskan," kata Widjaja kepada Kontan, Rabu (10/7).

Baca Juga: Menjaga Kinerja, LPPF Tutup Dua Gerai Matahari di Tangerang

Widjaja menambahkan bahwa department store yang gagal menyesuaikan diri dengan perubahan ini akan kesulitan bersaing dengan platform e-commerce. 

"Jika tidak mampu merespons tren ini, mereka akan semakin ditinggalkan oleh pelanggan yang beralih ke belanja online," tegasnya.

Meskipun kondisi pusat perbelanjaan secara keseluruhan mulai pulih sejak pandemi COVID-19 dengan peningkatan kunjungan lebih dari 100% dibandingkan sebelumnya.

Kemudian, rata - rata tingkat okupansi telah mencapai lebih dari 80% dibandingkan pada saat pandemi COVID - 19 yang hanya berkisar 70% saja.

Widjaja menegaskan bahwa tantangan tetap besar bagi para pengelola untuk mempertahankan daya tariknya di tengah persaingan yang semakin ketat.

Pada akhirnya, Widjaja juga menyoroti pelemahan daya beli di kalangan masyarakat kelas menengah bawah sebagai faktor pendukung penutupan usaha. 

Kata dia, Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ), kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% dan kebijakan lainnya yang berpotensi semakin melemahkan daya beli masyarakat terutama kelas menengah bawah.

"Kami berharap pemerintah dapat menghindari kebijakan yang dapat memperburuk situasi ini, seperti kenaikan PPN dan kebijakan lain yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat," pungkasnya.

Baca Juga: Penutupan Gerai Beri Dampak Positif ke Matahari Departemen Store (LPPF)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×